JAKARTA, LASPELA–Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya didapuk sebagai pembicara dalam Seminar Hukum Pertambangan Nasional yang diselenggarakan PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Jumat (18/7/2025) di Jakarta.
Selain menghadirkan Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Patijaya, seminar tersebut juga menghadirkan sejumlah tokoh seperti pakar hukum Profesor Hikmahanto Juwana, Dirjen Penegakan Hukum Kementerian ESDM Rilke Jeffri Huwae, dan Presiden Direktur J-Resources BMR Anang Rizkani Noor.
Bambang Patijaya menegaskan, penataan pada sektor pertambangan nasional harus diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan bernilai tambah.
Ia mengungkapkan, sejumlah regulasi yang telah diterbitkan pemerintah menunjukkan komitmen untuk memperbaiki tata kelola pada sektor pertambangan ini secara lebih menyeluruh.
Pada kesempatan tersebut dijelaskannya reformasi kewenangan daerah menjadi salah satu tonggak perubahan.
“UU Nomor 23 Tahun 2014 menghapus kewenangan bupati dalam urusan pertambangan, yang kemudian dilanjutkan dengan UU Nomor 1 Tahun 2020 yang juga mencabut kewenangan gubernur. Kini, UU Nomor 2 Tahun 2025 membuka ruang partisipasi yang lebih luas, termasuk bagi UMKM, koperasi, dan perguruan tinggi,” ungkap politisi nasional asal Bangka Belitung tersebut.
Pemilik nama sapaan BPJ ini menilai langkah-langkah seperti pencabutan lebih dari 2.000 izin tambang yang tidak aktif atau bermasalah merupakan bentuk konkret dari penataan sektor tersebut.
Meski demikian, dia mengingatkan bahwa penataan yang baik juga harus memperhatikan aspek sosial dan ekologis.
“Komisi XII DPR RI terus mengawal agenda penataan pertambangan ini agar tidak hanya menjadi sumber devisa, tetapi juga menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi yang adil, inklusif, dan berkelanjutan,” ujarnya.
Ditambahkannya, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar delapan persen pada era Pemerintahan Presiden Prabowo maka sektor pertambangan harus mampu menciptakan nilai tambah melalui hilirisasi, efisiensi, serta keberlanjutan sosial dan lingkungan.
“Pengelolaan pertambangan tidak boleh lagi semata-mata berbasis eksploitasi komoditas mentah. Harus ada dorongan kuat ke arah hilirisasi dan industrialisasi agar manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat dan negara,” tuturnya.
BPJ juga menyoroti pula tentang pentingnya digitalisasi dalam tata kelola pertambangan.
Dikatakannya, keberadaan sistem digital seperti Mineral Online Database Indonesia (MODI) dan Sistem Informasi Mineral dan Batubara (Simbara) yang menjadi instrumen penting dalam menciptakan transparansi, integrasi data, dan efisiensi lintas sektor.
“MODI dan Simbara telah menjadi pondasi penguatan pengawasan berbasis data yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Ini penting untuk memutus rantai praktik manipulatif dan mempercepat proses pengambilan keputusan, baik di tingkat teknis maupun kebijakan,” kata dia.(*)
Leave a Reply