“Koperasi Perlu Direformasi”

Menkop UKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga. (Foto: Ist)

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, menyatakan, koperasi di Tanah Air harus direformasi. Hal itu dikatakan Puspayoga saat meninjau Toko Swalayan Bursa Kampus yang dikembangkan Koperasi Kampus Universitas Jenderal Soedirman (Kopkun) Unsoed, Minggu (4/12).

”Koperasi memang harus direformasi, itu saran dari Pak Presiden. Nggak boleh gini-gini aja,” jelasnya. Dia menyebutkan, kondisi koperasi yang seperti sekarang ini, tidak bisa memberikan pemerataan kesejahteraan kepada masyarakat.

Angka kemiskinan tetap tinggi dan kesenjangan pendapatan masyarakat tetap tinggi. Padahal keberadaan koperasi bisa memegang peran strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

”Karena itu, Pak Presiden sudah menyarankan agar dilakukan reformasi total terhadap koperasi,” katanya.

Baca Juga  Lagi Tren! Coffeeshop Menjamur, Jadi Tempat Favorit Kerja dan Healing

Untuk merealisasikan hal itu, jelas Puspayoga, kementrian yang dipimpinnya sedang melakukan rehabilitasi koperasi, reorientasi koperasi dan pengembangan koperasi. Salah satunya yang akan dikembangkan, antara lain untuk mewujudkan  koperasi yang bisa berperan sebagai badan ketahanan pangan.

”Misi kita, menjadikan koperasi untuk badan ketahanan pangan. Untuk itu, ada 65 kluster yang akan kita kembangkan. Masing-masing kluster, rencananya akan memiliki skala ekonomi dengan mengelola sekitar 5.000 hektare sawah,” jelasnya.

Untuk mewujudkan hal itu, saat ini kementeriannya  sedang membuat prototype di empat lokasi. ”Kalau prototype yang Sukabumi sudah jalan. Kemarin kita di Demak dan hari ini di Purwokerto. Minggu depan, kita ke Lumajang dan ke Lampung,” tambahnya.

Baca Juga  Sengketa Pulau Tujuh Tak Kunjung Selesai, Hidayat Arsani: Kalau Bukan Hak Kita, Serahkan pada yang Berhak

Khusus prototype di Sukabumi, dia menyebutkan, jumlah lahannya sudah mencapai 1.000 hektare. Lahan seluas itu dikerjakan oleh 2.400-an petani, dimana setiap petani mendapat gaji sebesar Rp 2,2 juta per bulan. ”Setiap bulan, kebutuhan produksinya sudah dipenuhi, termasuk gaji, semuanya berasal dari PKBL (Program Kemitraan Bina Lingkungan),” katanya.

Sedangkan hasil panennya, akan dibeli dengan harga di atas harga Bulog. Hal ini mungkin dilakukan, karena pembelian yang dilakukan Bulog biasanya hanya menerima hasil panen petani dalam bentuk beras.

Sumber: republik.co

 

Leave a Reply