Oleh: Agus Ismunarno
Wartawan LASPELA Media Group
“Lebih banyak orang menghadapi kematian di atas tempat tidur daripada orang yang mati di atas pesawat.
Tetapi kenapa lebih banyak orang yang takut mati ketika menaiki pesawat daripada orang yang takut menaiki tempat tidur.”
(Hamka)
KEMATIAN adalah duka, perpisahan abadi. Itulah yang terjadi ketika Lion JT 610 Jkt –Pkp Jatuh di Tanjung Kerawang (29/11-2018) dan menyebabkan kematian 128 warga Babel dan membuat Negeri Serumpun Sebalai Berduka.
Perpisahan abadi hari-hari ini menggelayuti Keluarga Besar PT Timah Tbk, DPRD Babel, Pemprov Babel, Kantor Pajak, Kepolisian hingga keluarga ketika jenazah mulai teridentifikasi dan dikirim ke Babel.
Kita yang hidup masih akan menaiki pesawat. Harapannya; semakin tinggi teknologi yang dibarengi perfeksionis awak pesawat membuat SAFE FLIGHT.
Kita terkejut tatkala Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mencurigai jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP di perairan Karawang, Jawa Barat disebabkan oleh kerusakan pada komponen sensor angle of attack (AOA). Dan kerusakan AOA sudah terjadi saat pesawat yang sama digunakan untuk penerbangan Denpasar-Jakarta malam sebelumnya.
AOA, tulis CNN Indonesia, merupakan bagian dari sistem penunjuk kecepatan atau airspeed indicator Lion Air PK-LQP yang didapati rusak sejak 4 penerbangan terakhir. AOA adalah indikator penunjuk sikap pesawat terhadap aliran udara.
AOA ini diketahui sudah diganti saat sebelum Lion Air PK-LQP terbang dari Denpasar menuju Jakarta. Namun AOA diganti tak membuat masalahnya selesai.
“Ketika AOAnya diganti, masalahnya tidak sembuh, tapi mungkin masalah bertambah. KNKT ingin mendalami kondisi AOA ini. Karena kita juga mencurigai,” ucap Kepala Sub Komite Investigasi Keselamatan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo di kantor KNKT, Jakarta, Rabu (7/11).
Nurcahyo menjelaskan setiap pesawat memiliki tiga AOA. Fungsi AOA adalah mengukur sikap atau posisi pesawat terhadap aliran udara. Hasil pengukuran AOA akan dicerna oleh komputer lalu ditunjukkan oleh penunjuk kecepatan.
Apabila pesawat dalam kondisi yang lurus, penunjuk kecepatan menunjukkan posisi 0 derajat. Kemudian jika pesawat berada dalam kondisi naik ke atas, maka akan bertambah, tergantung posisinya, misalnya bertambah menjadi 20 derajat.
Permasalahan yang dialami Lion Air PK-LQP adalah AOA di sebelah kiri dan kanan berbeda. Pada posisi yang lurus, AOA sebelah kanan 0 derajat sementara AOA sebelah kiri 20 derajat. Walhasil, penunjuk kecepatan pesawat menunjukkan angka yang salah kepada pilot lantaran AOA rusak.
“Angka yang muncul angka yang sudah dikurangi oleh AOA yang salah, jadi tidak benar angkanya. Itu hubungan AOA dengan airspeed indicator (penunjuk kecepatan),” kata Nurcahyo.
Sayap Rusak
Belum berhenti air mata untuk duka korban Lion JT 610, dikabarkan pesawat Lion Air rute Bengkulu-Jakarta menabrak tiang lampu di Bandara Fatmawati, Bengkulu, Rabu (7/11). Akibatnya sayap bagian kiri pesawat pecah.
Kejadian ini dibagikan oleh seorang pengguna Facebook, Sefty Yuslinah. “Pesawat Lion Air Bengkulu Jakarta, nabrak tiang nion box depan pintu keluar ruang VIP Bandara Fatmawati Bengkulu, sayap Lion Air patah,” demikian tertulis di status Facebook Sefty Yuslinah.
Sejumlah media lokal Bengkulu memberitakan, pesawat dengan kode penerbangan JT-633 itu batal terbang karena insiden tersebut.
Konflik Duren
Kenyamanan terbang menjadi tujuan utama orang menggunakan jasa penerbangan. Namun apa jadinya ketika ruang penumpang diserbu oleh bau durian yang menyengat?
Itulah yang dialami Amir Zidane dan melalui akun facebooknya menyampaikan pengalaman yang dialaminya dalam penerbangan.
“Pada akhirnya harus saya harus menceritakan kejadian pagi tadi di bandara Fatmawati Soekarno Bengkulu. Saya bersama temen2 back to Jakarta menumpang pesawat Sriwijaya SJ 091, tulis Amir Zidane.
Rencana take off 10:50. Setelah menunggu beberapa saat di ruang tunggu, tibalah penumpang dipanggil untuk menaiki pesawat.
“Rombongan kita naik terakhir di antara penumpang lain. Saat memasuki pesawat, aroma DUREN sudah terasa. Makin lama makin menyengat + panas (AC off) gmn rasanya???” keluh Amir Zidane.
Singkat cerita, Amir komplain dan minta dua hal: durian diturunkan atau penumpang yang turun. Akhirnya durian diturunkan dan penumpang diterbangkan ke Jakarta.
Senior Corporate Communications Sriwijaya Air Group dalam keterangan persnya kepada LASPELA menyatakan Sriwijaya Air memastikan bahwa dalam setiap penerbangannya faktor keselamatan dan keamanan menjadi aspek yang sangat diperhatikan.
“Sesuai arahan dan kebijakan perusahaan, Sriwijaya Air tidak akan menerbangkan pesawat, apabila pesawat tersebut tidak layak dan membahayakan seluruh penumpang dan crew,” kata Maya, Selasa, 6 November 2018.
Dalam kasus durian, Maya mengatakan bahwa itu tidak menyalahi ketentuan. “Mengangkut durian dalam penerbangan itu merupakan hal yang biasa dilakukan oleh setiap maskapai sejauh dikemas dengan baik dan masuk ke dalam cargo sesuai dengan SOP,” terang Retri Maya.
Disisi lain, adanya informasi yang menyebutkan bahwa jumlah durian yang diangkut Sriwijaya Air kemarin sebesar 3 ton, Maya memastikan bahwa itu tidak benar.
Aman dan Nyaman
Beberapa kejadian beruntun tersebut mengingatkan kita bersama perlunya fokus pada penerbangan yang aman dan nyaman.Beberapa insiden tersebut juga mengingatkan kita semakin perlunya bersikap perfect baik dalam teknologi maupun dalam sumber daya manusia.
Lion JT 610 hendaknya menjadi musibah terakhir di tanah air. Semoga!