PANGKALPINANG, LASPELA–Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman N Suparman menyebutkan kebijakan pemerintah memotong transfer ke daerah (TKD) tahun 2026 menunjukkan kecenderungan sentralisasi politik anggaran. Kebijakan ini justru melemahkan kemandirian fiskal dan pelayanan publik di daerah. Mayoritas pemerintah daerah saat ini tidak memiliki kapasitas fiskal yang kuat.
“Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, 90 persen daerah memiliki kapasitas fiskal rendah dengan rincian 98 persen kabupaten, 70 persen kota, dan 15 persen provinsi. Dengan kapasitas fiskal rendah ini, pertumbuhan ekonominya bergantung pada belanja APBD. Artinya, ketika ada pengurangan TKD, itu akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah,” tegas Herman Suparman ketika dihubungi media Laskaspelangi.com, Senin (13/10/2025).
Menurut Herman, komponen paling terdampak dari pemangkasan tersebut adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dan Dana Bagi Hasil (DBH). DAK fisik yang selama ini menjadi sumber utama belanja modal untuk pembangunan infrastruktur daerah, dipangkas tajam dari Rp36 triliun menjadi hanya Rp5 triliun tahun depan.
“Artinya akan sangat mengganggu belanja modal infrastruktur di daerah.
Kondisi ini akan memaksa pemerintah daerah mengalihkan pos anggaran lain untuk menutup kebutuhan infrastruktur, sehingga pelayanan publik berpotensi terganggu,” ungkap Herman.
Pemangkasan TKD bukan hanya menghambat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mengancam kualitas layanan publik dan pembangunan daerah.
“Pemangkasan DBH yang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Dalam aturan tersebut, DBH seharusnya ditransfer berdasarkan penerimaan tahun sebelumnya. Namun tahun depan, nilainya anjlok drastis dari Rp 190 triliun menjadi Rp 45 triliun,” tegas Herman.
Argumentasi pemerintah yang menyebut pemotongan TKD akan diganti melalui belanja kementerian/lembaga (K/L) di daerah sebagai bentuk kompensasi adalah bentuk sesat nalar.
“Padahal desain kewenangan berbeda. Di daerah itu ada 32 urusan kewenangan, dan anggaran harusnya mengikuti potret urusan,” tegas Herman. (rel)
Leave a Reply