Sejarah Cual (3) > Cual dan Tradisi Kekriyaan Bangka

Hampir setiap daerah yang berada di wilayah nusantara sebenarnya memiliki kekayaan tradisi kekriyaan yang sangat dipengaruhi oleh letak geografis, kondisi alam, karakteristik masyarakat sesuai etnisitas dengan warna budayanya masing-masing. Demikian pula faktor sejarah pada kenyataannya telah mempengaruhi tradisi kekriyaan di suatu daerah, yang berbeda satu sama lain dan hal inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi daerah tersebut dengan segala keunikan karya kriyanya sebagai bentuk kearifan lokal (local wisdom).

Tema dan simbol dalam kekriyaan sebagai karya seni pekembangannya semakin kompleks sesuai dengan kompleksitas persoalan yang ada di masyarakat, dan ini pun berdampak terhadap perkembangan estetik, contoh adanya beberapa kosakarya populer, seperti tenun ikat, batik, tenun cual, gerabah, mebel ukir, tenun serat alami, batuaji, tosanaji, bahkan berbagai benda hias yang dapat mencerminkan citra kedaerahan.

Sangat disayangkan, bahwa hampir sebagian besar potensi ini belum tertangani secara maksimal, mulai dari penggalian, pemanfaatan sampai pengembangannya, untuk itulah sebagai sebuah potensi yang terkait dengan komponen produk kepariwisataan dalam wujudnya sebagai cinderamata, kriya etnik dapat mengisi sekaligus memanfaatkan peluang yang sangat strategis ini.

Kepariwisataan, tidak hanya menyangkut industri jasa (service industry), tetapi juga menyangkut barang, artinya bila kita berbicara kepariwisataan yang sangat multidimensional dan multisektor serta interdependensi ini aktivitasnya bergerak dari hulu sampai ke hilir. Pada masing-masing daerah biasanya memiliki wujud kebudayaan material yang sesungguhnya dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dalam pengentasan kemiskinan sekaligus peningkatan kesejahteraan. Banyak peluang kepariwisataan yang bersentuhan langsung dengan kebudayaan daerah dan saat ini tampaknya belum digali secara maksimal seperti tenun cual dari pulau Bangka.

<<Sebelumnya          Selanjutnya>>

(Sumber dikutip dari buku Memarung, Panggung, Bubung, Kampung dan Nganggung, Akhmad Elvian, Tahun 2015)