Masyarakat Bangka Barat Tuntut Perusahaan Kelapa Sawit Membayar CSR Rp55ribu Per Hektar

PULUHAN MASYARAKAT DATANGI DPRD KELUHKAN PERKEBUNAN SAWIT

Oleh : Wina Destika

PANGKALPINANG, LASPELA – Meski dari empat tuntutan pihak perusahaan sudah bersepakat memenuhi tiga tuntutan. Ketua Forum Rembuk 12 Desa, Susiadi menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengejar apa yang telah disepakati tersebut.

“Kami dari perwakilan masyarakat akan mengejar terus tindaklanjut dari pada pertemuan hari ini. Untuk yang lain kita sudah sepakati bersama dan selanjutnya akan kami sampaikan kepada masyarakat,” ujarnya usai menghadiri audiensi bersama masyarakat dan pemilik kebun kelapa sawit, di Ruang Banmus Kantor DPRD Babel, Jumat (27/7/2018).

Ia mengatakan tujuan pihaknya mendatangi Kantor DPRD Babel ini untuk menyampaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat atas keberadaan perkebunan dan pabrik kelapa sawit di daerah itu.

“Kedatangan kami kesini (DPRD Babel-red) untuk meminta kejelasan akan permasalahan yang pernah kami keluhkan sebelumnya, yakni ketimpangan sosial yang dirasakan masyarakat dari keberadaan pabrik sawit di desa kami,” ujarnya.

Ia menyampaikan, masyarakat setempat merasakan keresahan karena ada ketimpangan sosial yang ditunjukkan oleh perkebunan dan pabrik tersebut. Oleh karena itu diharapkan melalui DPRD Babel, masyarakat desa sepakat mengajukan empat tuntutan ke perusahaan kelapa sawit tersebut.

“Kita mengajukan empat tuntutan kepada perusahaa, dan kita harap DPRD bersama pemerintah dapat membantu menyelesaikan permasalahan ini sehingga perusahaan kelapa sawit dapat memperhatikan hak masyarakat desa,” ucapnya.

Susiadi mengungkapkan terkait dengan tuntutan agar perusahaan membayar CSR Rp55 ribu per hektar bahwa masyarakat mengacu kebesaran yang dibayarkan oleh perusahaan lainnya ke Bangka Barat.

“Yang menjadi alasan kita meminta Rp55 ribu per hektar karena selama ini pihak perusahaan tidak pernah jujur ke kita berapa keuntungan, sementara Undang-Undang sudah mengatur minimal keuntungan 1 persen melalui CSR mereka dikembalikan kepada masyarakat, tapi selama ini tidak pernah terjadi,” sebutnya.

Ia menjelaskan bahwa berdasarkan u
Undang-Undang No.39 tahun 2014 tentang perkebunan dimana perusahaan perkebunan harus mengeluarkan minimal 20 persen plasma dari luas perkebunannya.

“Disini kita tidak bicara untung rugi tapi kalau ini kewajiban mereka maka harus dipenuhi. Karena kami melihat selama ini perusahaan tidak pernah melaksanakan kewajibannya,” ungkapnya.

Sementara itu perwakilan dari pemilik perusahaan kelapa sawit PT Bumi Permai Lestari (PBL), Fitriza Zakir menyampaikan, apa yang dikeluhkan masyarakat dan yang menjadi tuntutan masyarakat sudah ditanggapi oleh perusahaan.

“Disini kita duduk bersama untuk mencari akar permasalahan, dan mencari solusi bagaimana menyepakati ini permasalahan ini,” sebutnya Fitriza.

Ia menyampaikan dari empat tuntutan yang disampaikan masyarakat ada beberapa hal yang mana pihaknya tidak menyetujui yakni keinginan masyarakat meminta 20 persen plasma dari luas areal Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan dan CSR yang mana masyarakat berharap dapat bernilai rupiah.

“Untuk tuntutan ini kita tidak bisa setujui karena kita juga harus mengavu pada aturan yang berlaku. Akan tetapi kita siap membangun kebun plasma dilahan masyarakat dan mengolahnya dan siap memfasilitasinya,” tuturnya.

Sedangkan, lanjut Fitriza untuk dua poin tuntutan masyarakat terkait adanya pencemaran dari limbah perkebunan ini perusahaan sedang mengkaji darimana pencemaran tersebut.

“Karena limbah dari perusahaan selalu diolah dan dibuat pupuk tanaman, sehingga tidak mencemari lingkungan,” imbuhnya. Dan untuk tuntutan terkait tenaga kerja diakui Fitriza hampir 60 persen tenaga kerja di pabrik sawit kita berasal dari masyarakat setempat,” tutupnya. (Wa)