Mirwan Amir Sebut Nama SBY di Sidang e-KTP, KPK: Kami Telusuri

Politisi Partai Demokrat, Mirwan Amir usai menjadi saksi dalam persidangan dugaan korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/1). (Foto: Liputan6.com)

JAKARTA, LASPELA- Nama mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disebut dalam sidang kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (25/1/2018).

Mantan Wakil Ketua Badang Anggaran (Banggar) DPR RI, Mirwan Amir, menyebut nama SBY saat dihadirkan sebagai saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Saya sempat menyampaikan ke Pak SBY agar e-KTP tidak diteruskan, di Cikeas,” kata Mirwan Amir di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta seperti dikutip dari laman Antara.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menanggapi kesaksian Mirwan Amir tersebut. “Jadi, prinsip dasarnya persidangan itu dilakukan untuk membuktikan perbuatan dari terdakwa. Namun, jika ada fakta-fakta persidangan yang muncul tentu saja kami perlu mempelajari terlebih dahulu. Jaksa Penuntut Umum yang akan melihat setiap rincian proses persidangan tersebut,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di gedung KPK, Jakarta.

Mirwan bersaksi untuk Setya Novanto yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan tipikor pengadan KTP-e yang merugikan keuangan negara senilai Rp2,3 triliun. “Tanggaapannya dari Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) bahwa ini kita untuk menuju pilkada jadi proyek ini diteruskan,” ungkap Mirwan.

Dalam perkara ini, Novanto diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-E. Setya Novanto menerima uang tersebut melalui mantan direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo maupun rekan Setnov dan juga pemilik OEM Investmen Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte yang berada di Singapura Made Oka Masagung.

Sedangkan jam tangan diterima Novanto dari pengusaha Andi Agustinus dan direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Setnov telah membantu memperlancar proses penganggaran. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp2,3 triliun.

Editor: Stefan H. Lopis