Pesan-pesan Cinta

 

“Jika engkau ingin memanen semusim, maka tanamlah biji-bijian.

Jika Ingin memanen sepanjang tahun, maka tanamlah pohon.

Namun, jika engkau ingin memanen sepanjang masa,

Maka didiklah manusia-manusia muda”.

(Lao Tse, Filsuf Tiongkok) 

BULAN Juni merupakan “masa panen” pendidikan. Sekolah yang sudah bekerja keras sehingga lulus 100 persen boleh bangga. Namun yang paling penting, sebagaimana disampaikan Menteri Pendidikan Anies Baswedan, “Sekarang bukan lagi target 100 Persen Lulus tetapi 100 Persen Jujur.”

Bangsa ini banyak orang pinter namun kekurangan orang yang jujur. Manakala ada pemimpin yang jujur kepada dirinya sendiri dan kepada publik serta bekerja demi masyarakat yang lebih baik, justru beramai-ramai dihambat dan dijegal secara machiavelis, segala cara.

Pada masa panen dan menginisiasi generasi muda ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, kita diingatkan oleh para guru yang dengan kejujurannya setia bagai lilin, “Membakar dirinya sendiri untuk menerangi jalan manusia muda”

Kehebatan guru terletak pada proses internalisasi nilai dalam proses belajar mengajarnya. “Orang hebat bisa melahirkan karya bermutu, namun guru yang bermutu bisa melahirkan ribuan orang hebat.”

Di masa remaja, gelora jiwa untuk menjadi manusia hebat senantiasa tampil.  Pada usia muda itulah, remaja haruslah membuka diri terhadap ilmu pengetahuan dan ilmu kehidupan bagaikan  sekuntum mawar.

“Dan jangan menutup diri seperti sayur kol/kobis,” kata John Andrew Holmes

Pesan cinta buat generasi muda adalah kuasai gadget/smart phone untuk “membuka dunia pengetahuan” dan “menyelami samudera peradaban” serta jangan sampai kita diperbudak oleh candu gadget/smartphone.

BUDAYA membaca buku. Manusia cendekia dan bijak bukan karena berbudaya menonton, melainkan berbudaya membaca terutama buku. Barbara Tuchman, sejarawan mengatakan buku adalah pengusung peradaban.

Tanpa buku sejarah diam, sastra bungkam, sains lumpuh, pemikiran macet. Buku adalah mesin perubahan, jendela dunia, dan “mercu suar” yang, seperti kata seorang penyair, “dipancangkan di samudera waktu”.

Frank Gruber mengibaratkan buku sebagai “permadani terbang yang sanggup melayangkan kita ke dunia yang sebelumnya tidak kita kenal.” Sedang Charles William Eliot memaknai, “Buku adalah teman paling pendiam dan selalu siap di tempat. Penasihat yang paling mudah ditemui dan paling bijaksana. Dia juga guru yang luar biasa sabar.”

Eugene Field, pujangga perempuan, secara puitis mengatakan: “Buku menghirup udara pengap dan menghembuskan minyak wangi.” Jadi buku tidak hanya menasihati, tetapi menyedot kepengapan kita dan memancarkan wanginya harapan.

Thomas Babington Macaulay, sejarawan dan penyair Inggris, abad ke-19, dengan gagah berani bilang: Biarlah aku jadi orang miskin, tinggal di gubuk tapi punya banyak buku, daripada jadi raja tapi tak suka membaca!”

Namun akan lebih baik kalau, “Jadilah orang kaya yang seperti raja dan suka membaca.” Semoga!