Opini  

PMI dan Strategi Ketahanan Iklim untuk Masa Depan yang Lebih Baik

Oleh: Nurul Kurniasih

PALANG Merah Indonesia (PMI) adalah salah satu organisasi perhimpunan nasional di Indonesia yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan. Mendengar kata PMI, selama ini banyak masyarakat yang familiar dengan donor darah, padahal tugas dan fungsi PMI tak hanya berkaitan dengan penyediaan darah dan donor darah saja.

Tugas pokok PMI adalah membantu pemerintah Indonesia di bidang sosial kemanusiaan terutama tugas-tugas kepalangmerahan yang meliputi: kesiapsiagaan bantuan dan penanggulangan bencana, pelatihan pertolongan pertama untuk sukarelawan, pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, serta pelayanan transfusi darah.

Berkaitan dengan tugas penanggulangan bencana, PMI juga konsen dan terlibat dalam berbagai hal untuk penanggulangan bencana dan mitigasi bencana. Hampir di setiap provinsi di Indonesia, relawan PMI tersebar membantu pemerintah melakukan berbagai hal menyangkut kemanusiaan.

Dewasa ini, PMI meluncurkan strategi adaptasi dan ketahanan iklim untuk meningkatkan perannya dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan membantu masyarakat rentan agar lebih memiliki ketahanan iklim. Strategi adaptasi dan ketahanan ilkim ini diluncurkan oleh Ketua Umum PMI Jusuf Kalla.

Ketahanan iklim ini menjadi ancaman bagi kemanusiaan di masa yang akan datang, hal ini mulai dirasakan dengan meningkatnya suhu global akibat perubahan iklim yang semakin ekstrem sehingga mengakibatkan intensitas bencana alam meningkat dan mengancam keamanan pangan. Jika tidak dilakukan antisipasi sedini mungkin akan menyebabkan berbagai bencana terjadi seperti konflik, ancaman kesehatan manusia, dan kerentanan masyarakat.

Dikutip dari Antara News, Jusuf Kalla menegaskan bahwa perubahan iklim menjadi krisis nasional yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat. Tak heran jika strategi yang diluncurkan PMI ini akan menguatkan kerja PMI dalam membantu masyarakat agar lebih berketahanan iklim.

Ketahanan iklim adalah kemampuan untuk mempersiapkan diri, beradaptasi dan pulih dari dampak perubahan iklim. Ketahanan iklim juga bisa disebut sebagai cara untuk merencanakan perlindungan dari perubahan iklim.

Iklim di Indonesia belakangan ini menjadi tak menentu, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi La Nina berpotensi terjadi pada Agustus hingga Oktober 2024, beberapa wilayah juga mulai dilanda kemarau, termasuk di Bangka Belitung. Selain ancaman cuaca, suhu udara juga mengalami peningkatan.

Perubahan iklim ini tidak serta merta terjadi, banyak hal yang tentunya mempengaruhi, mulai dari efek rumah kaca, pemanasan global, hingga pola hidup masyarakat yang tidak sehat, membuang sampah plastik sembarangan, penggunaan bahan bahan plastik yang sering kali dilakukan oleh masyarakat.

Mengutip apa yang disampaikan Plt. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dwikorita Karnawati dari website resmi BMKG, bahwa perubahan iklim menjadi pekerjaan rumah masyarakat global, tanpa batas teritorial antarnegara. Karenanya, kolaborasi antarnegara menjadi sebuah keharusan. Kolaborasi dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan melalui penelitian dan pengembangan pendidikan serta peningkatan layanan iklim yang berkelanjutan. Pasalnya, kesenjangan dalam teknologi dan literasi masyarakat antarnegara, khususnya di kawasan selatan-selatan masih sangat lebar.

Tidak sedikit masyarakat dunia yang tidak peduli dengan dampak perubahan iklim akibat minimnya literasi mengenai perubahan iklim itu sendiri, termasuk di Indonesia. Demikian pula di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, masyarakat hanya menganggap saat ini musim kemarau, kekeringan, bahkan ada yang memilih untuk membuka lahan dengan membakar hutan, padahal efek yang ditimbulkan mengancam iklim dan berdampak luas.

Dalam website BMKG tersebut, Dwikorita memaparkan, saat ini kenaikan suhu global sudah 1.45 derajat di atas rata-rata periode pra-industri tahun 1850-1900. Ini berdampak pada akselerasi kenaikan muka laut yang terus menerus naik dari dekade ke dekade. Rata-rata kenaikan muka air laut global berada di level 2,1 mm per tahun antara 1993 dan 2002, lalu menjadi 4,4 mm per tahun antara 2013 dan 2021 atau meningkat dua kali lipat diantara periode tersebut. Realitas ini sebagian besar disebabkan oleh hilangnya es di kutub yang dipercepat oleh melelehnya gletser dan lapisan es lautan.

“Jadi tidak berlebihan jika saya menyebut situasi ini sebagai sesuatu yang sangat serius dan juga harus direspon secara serius,” imbuhnya.

Lantas, apa saja strategi yang difokuskan PMI dalam ketahanan iklim?

Ada enam isu strategis perubahan iklim yang relevan dengan PMI, yaitu bencana alam dan iklim ekstrem; kesehatan, air, sanitasi, dan hygiene (WASH); pertanian dan pangan; pesisir dan kelautan; serta panas ekstrem perkotaan.

Dalam mengimplmentasikan stretagi ini, PMI menggerakkan sekitar ratusan ribu relawannya yang terlatih di seluruh daerah di Indonesia. Para relawan akan membangun ketahanan iklim menggunakan pendekatan berbasis masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan, pengetahuan, dan pengalaman masyarakat rentan dalam menghadapi risiko dan dampak perubahan iklim.

Bagaimana di Bangka Belitung?

Sayangnya, sejak strategi ketahanan iklim yang diluncurkan Ketua PMI Pusat pada Desember 2023 lalu, hingga saat ini belum terlalu gencar dilakukan oleh PMI di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, untuk mengantisipasi hal – hal yang berkaitan dengan dampak perubahan iklim. Belum terdengar gaung yang digemakan oleh PMI Babel maupun PMI di kabupaten/kota untuk menjalankan strategi ini. PMI masih berfokus pada bidang penyediaan darah, edukasi kesehatan kepada palang merah remaja dan lainnya.

PMI semestinya bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk mengajak remaja yang tergabung dalam Palang Merah Remaja (PMR) di sekolah agar aktif menjadi duta ketahanan iklim. Bukan hanya sekedar mengajak gerakan menanam pohon, tetapi bagaimana merawat menjaga agar pohon yang ditanam tumbuh dengan baik, hingga bermanfaat sesuai fungsi dan tujuannya, serta hal positif lainnya yang berkaitan dengan ketahanan iklim. Penanaman pohon ini bertujuan untuk menurunkan emisi karbon.

Tak hanya itu, sosialisasi untuk menjaga pola hidup sehat juga perlu diterapkan, menanamkan pada generasi penerus untuk sadar akan kebiasaan membuang sampah pada tempatnya, budaya malu jika membuang sampah sembaran, hal ini agar tumbuh dan diingat sehingga kelak ketika dewasa mereka tidak ikut-ikutan latah membuang sampah di hutan, di pesisir pantai, di jalanan sepi, selokan dan sebagainya.

Sampah yang dibuang sembarangan, terutama sampah plastik menjadi ancaman terhadap iklim, mencemari kualitas udara, menyumbat saluran air hingga berujung banjir, dan mengancam keseimbangan ekosistem.

Plh Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) Provinsi Babel, Edi Kurniadi dalam kegiatan bersih pantai yang diselenggarakan Media Satya Negeri Laskar Pelangi, menyebutkan, sampah di Babel sebanyak 256.000 ton setiap tahun, sebagian besar sampah sisa makanan, sampah laut, sampah plastik. Pada tahun 2041 jika tidak dilakukan antisipasi dan gerakan kepedulian sampah laut dipastikan akan meningkat.

Sub Koordinator Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup DLHK Babel, Fianda Refina Widyastuti menambahkan, sampah plastik paling banyak menyumbang sampah laut. Ia menegaskan bahwa kepedulian masyarakat terhadap lingkungan di Provinsi Babel saat ini menurun 0,49 persen.

Ia setuju, jika pelajar harus menjadi pelopor dan tumbuh kesadaran untuk menjaga lingkungan, tidak membuang sampah sembarang. Menjadi pelopor dan duta, bukan hanya untuk menjaga lingkungan tetapi juga ketahanan iklim.

Banyak hal yang bisa dilakukan PMI, enam strategi yang dicanangkan ini harus berdampak nyata untuk mencapai tujuan agar PMI kelak menjadi green PMI, dan menjadi penggerak untuk mengajak masyarakat menjaga lingkungan, ketahanan iklim dan meminimalisir dampak dari perubahan iklim.(**)