PANGKALPINANG, LASPELA – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), melalui Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia terus berkomitmen meningkatkan kesadaran masyarakat melakukan Budaya Sensor Mandiri.
“Kita sudah lima tahun melakukan sosialisasi ini terakhir itu dilakukan untuk memberikan pemahaman dan mengajak agar masyarakat bisa memilah tontonan sesuai dengan usia mereka,” kata Wakil Ketua LSF Noorca M Massardi saat menggelar sosialisasi gerakan nasional budaya sensor mandiri di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang berlangsung di hotel Swissbel Pangkalpinang, Rabu (2/10/2024).
Sosialisasi ini difokuskan pada pembahasan dengan mengusung tema “Memajukan Budaya, Menonton Sesuai Usia” dengan tujuan agar sosialisasi ini dapat memastikan bahwa film yang diedarkan untuk dikonsumsi masyarakat merupakan film yang layak dan sesuai dengan budaya bangsa serta tidak mengandung unsur-unsur yang bisa merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Hal ini mengingat budaya sensor film secara mandiri diperlukan bagi masyarakat, sebab derasnya peredaran film seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini, membuat masyarakat mampu mengakses film secara mudah dan bebas,” ujarnya.
Noorca menjelaskan, LSF sebagai lembaga yang ditunjuk untuk melaksanakan fungsi control terhadap perfileman di Indonesia memiliki harapan besar agar program sosialisasi ini dapat menjadi ruang pendidikan dan pengetahuan bagi masyarakat luas, sehingga terbangun kesadaran melakukan sensor pada tontonannya secara mandiri.
“Apalagi keberadaan LSF memiliki tanggung jawab secara fungsional khususnya terhadap film yang akan diedarkan, sehingga masyarakat mendapatkan perlindungan dan hak untuk memperoleh film yang bermutu” ungkapnya.
Untuk itu, Noorca mengimbau kepada orang tua agar menjaga tontonan anak-anaknya, karena memang lembaga sensor konsen pada usia anak dan remaja agar tidak terpengaruh dampak negatif dari film ataupun iklan film.
“Peran untuk melakukan sensor secara mandiri menjadi peran kunci dari orang tua untuk tidak mengajak anak-anak yang belum cukup umur, untuk ikut menonton film yang memiliki kualifikasi untuk ditonton usai tertentu,” jelasnya.
Diakui Noorca, saat ini masih ada orang tua yang belum sadar akan budaya sensor mandiri sehingga memaksa pihak bioskop untuk memperbolehkan anaknya ikut menonton film yang tidak sesuai usianya. Tentunya kesalahan ini bukan pada bioskopnya, namun pengetahuan orang tua untuk melakukan sensor mandiri belum terimplementasi. Padahal pihak bioskop sudah mencantumkan klasifikasi usia dan melakukan screening usia kepada para penonton.
“Kalau di biokop kami sudah melakukan tugasnya dan pihak bioskop sudah bekerja sama untuk menampilkan petunjuk-petunjuk, di layar soal ketentuan usia. Walaupun kuncinya ada pada orang tua, masih banyak bapak-bapak, ibu-ibu membawa anak kecil di bawah 13 tahun yang seharusnya itu tidak dilakukan, untuk ikut menonton,” tuturnya.
Dikatakan Noorca, untuk itu kesadaran pribadi sangat penting untuk terus ditumbuhkan oleh LSF dengan konsep budaya, agar sensor mandiri bisa tertanam dalam diri masing-masing orang.
“Kenapa budaya, karena pengaruhnya pasti lama, jadi kita harus melakukan edukasi ini setiap saat. Karena pengaruh budaya ini kan daya resapnya akan panjang, jadi mudah-mudahan kalau tidak tahun ini, lima tahun lagi, bapak,ibu, adik-adik bisa menonton film sesuai klasifikasi usia,” pungkasnya. (chu)