Ratusan Orang Dengan Gangguan Jiwa Tersebar di Bangka Selatan, Slamet: Paling Banyak Laki-Laki 264 Kasus

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Slamet Wahidin, Senin (5/8/2024).

TOBOALI, LASPELA – Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan melalui Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana mendata penyebaran gangguan jiwa atau Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)sebesar 0,17 persen di daerah itu.

Beberapa kasus diantaranya ODGJ berat atau skizofrenia dan psikotik akut dengan penyebab masalah ekonomi, percintaan hingga faktor genetik atau keturunan dari keluarganya.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DKPPKB), Bangka Selatan, Slamet Wahidin menjelaskan, hingga semester pertama tahun 2024 tercatat sebanyak 358 orang di daerah itu menderita ODGJ.

Dengan begitu prevalensi kasus ODGJ mencapai 0,17 persen dari total 201.948 jiwa usia produktif.

Di mana cakupan data tersebut merupakan data real time yang terus diperbarui di setiap wilayah kerja pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) setiap bulannya.

“Untuk prevalensi ODGJ di Kabupaten Bangka Selatan mencapai 0,17 persen atau 358 kasus hingga saat ini,” kata dia, Senin (5/8/2024).

Slamet mengungkapkan, dari 358 kasus ODGJ paling banyak diderita oleh kaum laki-laki dengan 264 kasus dan 94 kasus diidap kaum perempuan.

Sedangkan untuk sebaran kasus ODGJ paling banyak tersebar pada cakupan wilayah kerja Puskesmas Toboali dengan 136 kasus dan disusul Puskesmas Airgegas 50 kasus.

Lanjut dia, wilayah kerja Puskesmas Simpang Rimba 45 kasus dan Puskesmas Payung 29 kasus.

Kemudian, wilayah kerja Puskesmas Air Bara dan Puskesmas Rias yang sama-sama 20 kasus.

Dilanjutkan, wilayah kerja Puskesmas Tiram 17 kasus dan Puskesmas Batu Betumpang 16 kasus.

Terakhir yakni cakupan kerja Puskesmas Tanjung Labu 15 kasus dan Puskesmas Kepulauan Pongok 10 kasus,” terangnya.

Menurut Slamet, ratusan warga itu masuk kategori ODGJ karena berbagai permasalahan ekonomi dan sosial.

Mulai dari beban hidup, ekonomi, sosial, percintaan, ketidakmampuan untuk mengelola emosi sehingga mengalami stres berat dan kesehatan mentalnya terganggu.

“Akibatnya kejiwaan mereka terganggu dan menyebabkan timbulnya kasus ODGJ baru setiap tahunnya. Tahap awal kebanyakan dikarenakan depresi. Kalau sudah lama baru mengarah ke skizofrenia berat,” jelas Slamet. (Pra)