Opini  

Meningkatkan PAD Melalui Sektor Perparkiran

Oleh: Eddy Supriadi (Akademisi Universitas Pertiba Bangka Belitung)

Avatar photo
Headline Edisi Cetak Media Laskar Pelangi

DALAM konteks otonomi daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi indikator kemandirian fiskal dan kapasitas manajerial pemerintah daerah.

Sumber-sumber PAD seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pajak restoran, pajak hiburan, retribusi jasa umum, serta perparkiran menjadi tumpuan penting dalam membiayai pembangunan.

 

Namun, di banyak kabupaten/kota di Indonesia, potensi PAD dari sektor perparkiran sering kali belum tergarap maksimal. Padahal, dengan tata kelola yang profesional, transparan, dan berbasis teknologi, sektor parkir dapat menjadi salah satu instrumen fiskal daerah yang berdaya saing tinggi bukan hanya menambah pendapatan, tetapi juga menciptakan keteraturan, lapangan kerja, dan wajah kota yang lebih tertib.

 

Transparansi dan Efisiensi
Dalam teori good governance, tata kelola sektor publik harus memenuhi prinsip transparansi, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, dan partisipasi. Sektor parkir sebagai layanan publik masuk dalam kategori retribusi jasa umum, yang harus dikelola secara terbuka dan dapat diaudit.
Kelemahan umum pengelolaan parkir selama ini adalah sistem manual dan ketergantungan pada pihak ketiga tanpa mekanisme pengawasan berlapis. Karena itu, model pengelolaan ideal adalah Regulasi dan kontrol langsung oleh Dinas Perhubungan (Dishub) melalui petugas ASN atau P3K;

Digitalisasi sistem parkir berbasis e-ticketing atau QR Code yang langsung terhubung ke kas daerah;

Audit kinerja dan keuangan berkala agar tidak terjadi kebocoran atau duplikasi setoran.

Pemerintah daerah juga perlu memperluas titik parkir resmi, mengintegrasikan data kendaraan dengan sistem transportasi kota, dan menata ulang ruang publik agar pendapatan parkir sejalan dengan keteraturan kota.

 

Legitimasi Hukum dan Kepastian Regulasi

Landasan hukum dan pengelolaan parkir daerah cukup kuat, diatur melalui:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), yang memberi kewenangan kepada daerah memungut pajak dan retribusi sesuai potensi lokal;
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
serta Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah tentang retribusi jasa umum dan perparkiran.
Namun, dalam implementasi di banyak daerah, dasar hukum ini belum sepenuhnya diterjemahkan dalam sistem yang adaptif dan digital. Karena itu, revisi Perda Retribusi Parkir menjadi keharusan untuk mengakomodasi transformasi digital, insentif kinerja petugas, serta penguatan sanksi bagi pelanggaran administrasi.

Baca Juga  PAD Retribusi Parkir Bocor Miliaran Rupiah

 

Parkir sebagai Sumber Pendapatan Mikro-Fiskal
Dari sudut pandang ekonomi publik, parkir adalah harga atas pemakaian ruang publik. Pendapatan yang diperoleh mencerminkan efisiensi alokasi sumber daya publik ketika ruang kota dimanfaatkan optimal tanpa mengorbankan kepentingan umum.
Potensi ekonomi parkir di kota menengah seperti Pangkalpinang, Sungailiat, Tanjungpandan, muntok ,atau Toboali bisa mencapai Rp2–5 miliar per tahun, tergantung luas wilayah, jumlah kendaraan, dan titik strategis. Dalam jangka panjang, digitalisasi dan integrasi sistem akan mampu menaikkan efisiensi hingga 30–40%, menutup kebocoran, dan meningkatkan PAD riil.

Selain itu, sistem parkir yang baik menciptakan multiplier effect peningkatan aktivitas ekonomi sekitar, keteraturan lalu lintas, dan peningkatan daya tarik kota bagi investasi serta pariwisata.

Parkir Berbasis Komunitas dan Teknologi
Pendekatan inovatif dapat diterapkan dengan melibatkan komunitas lokal dan wirausaha muda. Misalnya
Sistem parkir digital berbasis aplikasi lokal; Smart parking zone di kawasan bisnis dan wisata; Kolaborasi Dishub dengan UMKM atau koperasi ASN untuk pengelolaan lapangan; Kampanye sosial “Parkir Tertib, Kota Bermartabat” yang menumbuhkan kesadaran warga akan tanggung jawab bersama.

Pendekatan ini menempatkan parkir bukan sekadar urusan teknis, tetapi juga ruang pembelajaran sosial untuk membangun kepercayaan dan kedisiplinan warga.

PAD sebagai Ukuran Kapasitas Daerah
Dalam politik lokal, keberhasilan meningkatkan PAD menunjukkan political capacity dan kredibilitas kepala daerah dalam mengelola keuangan publik. Pengelolaan parkir yang bersih dan profesional menjadi simbol pemerintahan yang kuat secara institusional.

Baca Juga  Sehari Juru Parkir Bisa Kantongi Rp 100.000

Namun, jika parkir dijadikan “ladang rente politik” misalnya dengan sistem pihak ketiga tanpa akuntabilitas maka daerah kehilangan potensi fiskal dan kepercayaan publik. Oleh karena itu, kepemimpinan daerah perlu menegakkan integritas fiskal: memastikan setiap rupiah retribusi kembali menjadi manfaat publik.

Parkir sebagai Cermin Etika Pelayanan Negara

 

Secara filosofis, parkir mencerminkan bagaimana negara hadir dalam skala kecil memberi layanan yang adil, tertib, dan beradab. Masyarakat membayar bukan karena dipaksa, tetapi karena percaya bahwa uangnya kembali dalam bentuk layanan publik yang bermutu.

 

Dalam teori value based governance, kebijakan fiskal daerah harus berlandaskan nilai kejujuran, tanggung jawab, dan pelayanan. Maka, parkir yang transparan bukan hanya urusan administrasi, tetapi juga ekspresi moralitas birokrasi dan cermin etika sosial warga kota.

Sektor perparkiran memiliki potensi strategis untuk meningkatkan PAD daerah baik di tingkat kota, kabupaten, maupun provinsi asalkan dikelola dengan tata kelola yang baik, berbasis hukum yang kuat, dan orientasi pelayanan publik.

 

Rekomendasi praktis
Revisi dan harmonisasi Perda Retribusi Parkir agar sesuai dengan UU HKPD dan PP No. 35/2023.

Digitalisasi sistem parkir daerah dengan integrasi kas daerah.

Pelibatan ASN dan P3K untuk pengawasan langsung.

Audit sosial dan keuangan periodik oleh Inspektorat dan BPKP.

Edukasi etika pelayanan publik bagi seluruh petugas parkir.

Kolaborasi inovatif dengan masyarakat dan dunia usaha untuk smart parking.
Dengan kombinasi hukum yang jelas, teknologi yang efisien, dan nilai pelayanan yang etis, perparkiran dapat menjadi lokomotif PAD baru mencerminkan wajah pemerintahan yang akuntabel, beradab, dan mandiri secara fiskal. (*)

Leave a Reply