Jasa Raharja Gelar FGD Bahas Kebijakan Santunan Selektif untuk Korban Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas

 

JAKARTA, LASPELA – Jasa Raharja gelar Focus Group Discussion (FGD) untuk
membahas rencana penerapan kebijakan santunan yang selektif terhadap korban
penyebab kecelakaan lalu lintas. Forum ini digelar di Ballroom Gedung Jasa Raharja,
Jakarta, Senin (05/08/2024).

Acara tersebut dihadiri oleh Deputi Komisioner Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila, Dirgakkum Korlantas Polri Brigjen Pol Raden Slamet Santoso, Anggota Ombudsman RI Hery Susanto, perwakilan
Kedeputian Bidang Jasa Asuransi dan Dana Pensiun Kementerian BUMN, Iskandar,
Direksi Indonesia Financial Group, Komisaris dan Direksi Jasa Raharja, serta perwakilan Kemenhub dan KemenkumHAM.

Direktur Utama Jasa Raharja, Rivan A. Purwantono, menyampaikan bahwa santunan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan perlindungan dasar terhadap masyarakat diharapkan dapat diberikan, tetapi dengan selektif. Salah satu tujuannya, yakni untuk mendidik dan mengubah perilaku masyarakat agar lebih tertib dan berkeselamatan dalam berlalu lintas. “Kami berharap FGD ini dapat menghasilkan kesimpulan yang menjadi acuan bagi kami, dimana kebijakan ini nantinya bukan hanya untuk Jasa Raharja, tetapi juga bagi negara guna meningkatkan keselamatan masyarakat,” ujarnya.

Menurut data Jasa Raharja tahun 2023, jumlah korban kecelakaan lalu lintas masih
relatif tinggi, mencapai 148.578 orang. Kecelakaan bermula dari adanya pelanggaran lalu lintas. Fakta tersebut juga tercermin dari berbagai operasi patuh yang dilakukan Korlantas Polri, dimana jumlah pelanggaran lalu lintas masih tinggi. “Oleh karena itu, penting kiranya bagi kita semua untuk bersama-sama mengubah suatu kebiasaan masyarakat agar lebih berkeselamatan,” ucap Rivan.

Sementara itu, Direktur Utama IFG, Hexana Tri Sasongko, mengatakan bahwa selama ini Jasa Raharja telah memenuhi harapan pemerintah dalam menjalankan asuransi sosial berupa jaminan kecelakaan lalu lintas jalan dan angkutan penumpang umum. Namun, ia berpandangan ada peraturan, khususnya PP 18 tahun 1965, yang perlu ditinjau ulang untuk memastikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat
dengan tetap memperhatikan aspek keadilan, kewajaran, dengan tata kelola yang baik
dan akuntabel. “Kami dari Holding selalu mendukung dan memberikan arahan pelaksanaan tugas ini demi kemanfaatan kepada masyarakat dengan tetap menjaga tata kelola yang baik, agar semuanya aman dan nyaman sehingga yang dilakukan Jasa Raharja sesuai dengan yang diharapkan,” ujarnya.

Dalam FGD yang dimoderatori oleh Dr. Haryo Pamungkas tersebut, memberikan
pemahaman bagi para peserta bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan extraordinary event yang perlu menjadi perhatian bersama dan upaya peningkatan literasi masyarakat yang dilakukan Jasa Raharja dan Polri perlu didukung oleh semua pihak untuk menciptakan ketertiban dan keselamatan berlalu lintas, Korlantas Polri mendukung pemberian selektif kebijaksanaan santunan korban kecelakaan lalu lintas yang masuk dalam 6 kriteria pelanggaran dengan pertimbangan krusial dan kemanusiaan, termasuk kriteria pengendara yang mabuk.

Lebih lanjut Ombudsman melihat bahwa kejadian kecelakaan lalu lintas jangan
semata-mata dibebankan kepada korban. Pemerintah seharusnya turut bertanggung
jawab karena memiliki tugas untuk memfasilitasi pencegahan kecelakaan dan
ketertiban. Korban kecelakaan lalu lintas harus diberikan literasi agar tercipta perubahan perilaku menuju ketertiban dan berkeselamatan berlalu lintas. Dalam kesempatan tersebut Ombudsman juga sepakat atas rencana pemberian santunan
dengan kebijakan selektif khususnya bagi korban yang melakukan pelanggaran.

Selain itu dalam pernyataannya, Iwan Pasila mengharapkan Jasa Raharja dapat memberikan dampak sosial dalam bentuk awareness kepada korban kecelakaan lalu lintas dan kepada para pengendara jalan raya. Otoritas Jasa Keuangan mendukung pemberian manfaat kepada korban kecelakaan dalam bentuk kebijakan selektif untuk
korban laka lantas dengan memperhatikan analisa evaluasi administrasi dan analisa
evaluasi finansial.

Di akhir sesi, moderator menetapkan 10 kesimpulan, diantaranya:
1. Laka lantas adalah extra ordinary yang perlu menjadi perhatian bersama
2. Literasi yang dilakukan Polri perlu dukungan semua pihak untuk menciptakan ketertiban dan keselamatan berlalu lintas
3. Korlantas mendukung pemberian selektif kebijaksanaan santunan terhadap korban penyebab laka lantas yang masuk ke dalam 6 kriteria pelanggaran dengan
pertimbangan sosial dan kemanusiaan, termasuk kriteria pengendara yang mabuk.
4. Ombudsman melihat, laka lantas terjadi tidak semata-mata dibebankan ke korban,
karena kecelakaan ada kontribusi dari pemerintah yang punya tugas memfasilitasi
pencegahan kecelakaan dan ketertiban. Korban harus diberikan literasi dalam
menciptakan ketertiban dan keselamatan berlalu lintas.
5. Ombudsman sepakat atas rencana jasa Rahraja untuk memberikan santunan
dengan kebijakan selektif, meskipun korban melakukan pelanggaran dan tidak sepenuhnya dibebankan kesalahan itu pada korban.
6. Semua pihak harus bertanggung jawab untuk menciptakan ketertiban,
pencegahan kecelakaan dan kepatuhan masyarakat.
7. Kemenhub telah mencanangkan peningkatan upaya perbaikan infrastruktur
keselamatan, khususnya di tanah sebidang yang akan dimasukkan ke dalam RPM
8. OJK mengharapkan JR bukan saja sebagai entitas, akan tetapi juga memberikan dampak sosial dalam bentuk awareness kepada korban laka lantas dan awareness kepada pengendara kendaraan di jalan raya.
9. OJK mendukung untuk memberikan manfaat kepada korban kecelakaan dalam bentuk kebijakan selektif untuk korban laka lantas dengan memperhatikan analisa
evaluasi administrasi dan analisa evaluasi finansial.
10. Jasa Raharja perlu untuk segera melakukan perbaikan peraturan perundang-undangan sehingga dapat meningkatkan pelayanan untuk memberikan kemanfaatan dan kepastian hukum bagi korban kecelakaan lalu lintas. (rill/chu)