JPU Tuntut Terdakwa Pembunuh Hafiza 10 Tahun Penjara, Ini Kata Pengamat Hukum

Sidang pembacaan tuntutan terhadap pelaku pembunuhan Hafiza, di Ruang Sidang Garuda, Pengadilan Negeri Mentok, Rabu (12/4/2023). (Foto: Oma Kisma/Laspela)

MUNTOK, LASPELA – Pengamat Hukum Universitas Bangka Belitung (UBB), Ndaru Satrio mengungkapkan sesuai undang-undang tuntutan 10 tahun yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap AC (17) pelaku pembunuhan Hafiza sudah maksimal.

Satrio berpendapat hal itu dikorelasikan dengan keberadaan regulasi yakni UU nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan UU nomor 23 tahun 2002 yang tetap memperhatikan klasifikasi umur pelaku dan AC masih dalam kategori atau klasifikasi anak.

“Ketika kita merujuk pada sebuah regulasi yang mana ancaman sanksinya apa yang disampaikan JPU sudah sesuai. Anak-anak tidak boleh dihukum mati dan dihukum seumur hidup maksimal hukumannya 1/2 atau setengah dari orang dewasa jadi 20 tahun dibagi dua, 10 tahun itu maksimal,” ujar Satrio via sambungan telepon, Kamis (13/4/2023).

Selanjutnya, terkait putusannya berapa tergantung majelis hakim dalam pembuktian dilihat seperti apa. Ketika terdakwa koperatif, berkelakuan baik dapat menjadi pertimbangan hakim untuk menilai bahwa apakah putusan yang dijatuhkan itu sesuai dengan tuntutan jaksa atau turun.

“Apa dengan menurunkan hukuman yang dituntut oleh jaksa ini dapat menjadikan si AC kembali ke masyarakat lebih baik atau tidak. Ketika dipandang 10 tahun itu memang pantas yang pastinya itu maksimal hukumnya,” ungkapnya.

Menurutnya, dalam memberikan hukuman perlu memandang masa depan anak dan masyarakat. Kasus tersebut mestinya menjadi pembelajaran bahwa ke depan jangan ada lagi perkara serupa dan itu harus menjadi perhatian serta tanggung jawab bersama tidak hanya orang tua pelaku.

“Namun, kita tidak boleh lupa dengan teori pidana yang kita anut teori pidanaan gabungan, teori itu tidak hanya melihat kepentingan pelaku, tersangka atau terpidana ataupun korban saja kita juga melihat secara keseluruhan bahkan kepentingan masyarakat juga diakomodir dalam teori ini,” katanya.

“Kemudian, kalau dilihat dari korban memang tuntutan 10 tahun itu terasa kurang. Memang kalau dari sudut pandang korban rasa keadilan itu berbeda, karena mereka paling terdampak dengan adanya kondisi seperti ini,”imbuhnya. (Oka)