MENJELANG akhir tahun, masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung kembali dihadapkan pada fenomena tahunan berupa kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok. Tren ini hampir selalu terjadi menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru), ketika pola konsumsi rumah tangga meningkat dan rantai pasokan mengalami tekanan.
Di beberapa pasar tradisional, pedagang melaporkan kenaikan pada komoditas seperti beras, minyak goreng, gula, telur, cabai merah, hingga daging ayam ras. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan menengah ke bawah, karena kebutuhan semakin besar sementara daya beli tidak ikut naik.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kepulauan Bangka Belitung mencatat bahwa inflasi provinsi pada Oktober 2025 telah mencapai 2,51 persen secara tahunan, dengan penyumbang terbesar berasal dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Komoditas seperti cabai merah dan ayam ras menjadi kontributor utama kenaikan indeks harga konsumen. Inflasi yang terjadi menunjukkan bahwa tekanan harga tidak semata disebabkan oleh momen musiman, tetapi juga oleh struktur pasokan komoditas pangan yang belum sepenuhnya stabil.
Lonjakan permintaan menjelang Nataru menjadi faktor dominan. Pada momen perayaan akhir tahun, konsumsi rumah tangga meningkat signifikan, baik untuk kebutuhan keluarga maupun kegiatan sosial. Akibatnya, permintaan terhadap bahan pokok mengalami kenaikan tajam dalam waktu singkat, sehingga menekan pasokan di tingkat distributor dan pedagang. Ketidakseimbangan antara permintaan dan ketersediaan stok inilah yang kemudian mendorong harga naik.
Selain itu, distribusi pangan ke wilayah Bangka Belitung kerap menghadapi tantangan tersendiri. Sebagai daerah kepulauan, pasokan komoditas sebagian besar bergantung pada transportasi antar-pulau. Kondisi cuaca yang tidak selalu bersahabat menjelang akhir tahun dapat menghambat pengiriman barang, sehingga menyebabkan pasokan datang lebih lambat dari biasanya. Biaya logistik yang tinggi juga menambah tekanan, membuat harga di tingkat konsumen ikut terpengaruh.
Sejumlah komoditas pangan yang tergolong sensitif terhadap cuaca dan produksi, seperti cabai, bawang, dan sayur-mayur, juga sering mengalami fluktuasi harga. Penurunan produksi di daerah pemasok atau gangguan musim dapat mengakibatkan berkurangnya volume pasokan.
Dalam situasi permintaan tinggi, komoditas tersebut menjadi penyumbang utama kenaikan inflasi pangan di Babel, sebagaimana terlihat dalam data beberapa bulan terakhir.
Potensi spekulasi juga tidak dapat diabaikan. Dalam beberapa kasus, distributor atau pedagang besar menahan stok ketika melihat potensi kenaikan permintaan, dengan harapan bisa menjual di harga lebih tinggi.
Pemerintah daerah merespons hal ini dengan memanggil distributor untuk memastikan tidak terjadi penimbunan yang berdampak pada gejolak harga. Upaya ini penting untuk menjaga transparansi rantai pasok sekaligus menekan praktik tidak sehat di pasar.
Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan, telah melakukan langkah-langkah antisipatif guna menjaga stabilitas harga. Tentunya pemerintah daerah telah menggelar rapat koordinasi dengan distributor sembako se-provinsi untuk memetakan ketersediaan stok, memantau potensi kelangkaan, serta menyiapkan mekanisme intervensi bila diperlukan.
Upaya ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi masyarakat dari gejolak harga menjelang akhir tahun.
Tidak hanya itu, pemerintah juga menggelar pasar murah di sejumlah kabupaten/kota untuk memberikan akses sembako dengan harga lebih terjangkau. Program ini menyasar masyarakat berpendapatan rendah yang paling rentan terdampak inflasi. Melalui pasar murah, komoditas seperti beras, minyak goreng, gula, dan telur dijual dengan harga di bawah pasaran guna menstabilkan harga sekaligus menjaga daya beli masyarakat.
Namun demikian, kebijakan jangka pendek seperti pasar murah dan operasi pasar tidak cukup untuk mengatasi akar persoalan. Pemerintah perlu memperkuat produksi pangan lokal agar tidak terlalu bergantung pada pasokan dari luar daerah. Peningkatan kapasitas petani hortikultura, peternak ayam, serta sentra produksi pangan lainnya dapat memperkuat ketahanan pangan daerah dan menekan volatilitas harga.
Perbaikan sistem logistik dan distribusi pangan juga menjadi kebutuhan jangka panjang untuk mengurangi biaya dan memastikan pasokan tetap lancar.
Menyambut perayaan Natal dan Tahun Baru tahun ini, harapan masyarakat tentu saja tertuju pada stabilitas harga dan pasokan kebutuhan pokok. Dengan koordinasi yang kuat antara pemerintah, pelaku usaha, dan distributor, kenaikan harga bisa ditekan agar tidak membebani masyarakat. Meski tantangan masih besar, langkah antisipatif pemerintah daerah menjadi modal penting untuk menjaga keseimbangan ekonomi dan masyarakat sampai dengan akhir tahun tanpa lonjakan harga yang tinggi. (*)

Leave a Reply