Kasus Perceraian ASN Meningkat, Bangka 15, Basel 16 Orang

Avatar photo
Headline Koran Media Laskar Pelangi Edisi 345

PANGKALPINANG, LASPELA–Kasus perceraian juga meningkat di kalangan Aparatur Sipil Negara. Sepanjang Januari hingga Oktober 2025, sebanyak 15 Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Bangka tercatat mengajukan perkara perceraian di Pengadilan Agama (PA) Kelas 1B Sungailiat. Sedangkan di Bangka Selatan sepanjang tahun 2025, Januari hingga Oktober berdasarkan data Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BKPSDMD), tercatat sebanyak 16 ASN mengajukan izin perceraian.
Juru Bicara Tim Kehumasan PA Sungailiat, Ardhi Barkah Apandi menjelaskan seluruh pengajuan perceraian dari ASN tersebut telah melalui mekanisme dan persetujuan instansi masing-masing sebelum diajukan ke pengadilan.

“Kurang lebih ada 15 kasus perceraian dari PNS yang diajukan ke PA Sungailiat, baik yang diajukan oleh pihak laki-laki maupun perempuan,” katanya.
Ardhi menjelaskan bahwa penyebab perceraian di kalangan ASN masih serupa dengan masyarakat pada umumnya, yakni perselisihan dan pertengkaran yang berulang serta faktor ekonomi.

“Dalam hal cerai gugat seperti istri yang tidak diberikan nafkah oleh suaminya, dimana sang istri bekerja suaminya tidak bekerja, atau kurang mencukupi nafkahnya terhadap istri” jelasnya.
Kepala Bidang Pembinaan dan Informasi Pegawai BKPSDMD Basel, Lisbeth menjelaskan angka perceraian ASN sebagian besar dipicu oleh ketidakharmonisan rumah tangga, dan kurangnya komunikasi, serta kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Lisbeth mengungkapkan, banyak pasangan ASN yang tidak mampu mempertahankan hubungan yang disebabkan konflik batin dan tekanan psikologis.
“Banyak dari mereka merasa rumah tangganya sudah tidak harmonis lagi. Pertengkaran kecil yang menumpuk dan perlakuan kasar, baik secara verbal maupun fisik, membuat sebagian istri akhirnya memilih untuk bercerai,” ungkapnya.

Ia menyebutkan, mayoritas ASN yang mengajukan gugatan cerai berasal dari kalangan guru dan tenaga kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan kerja dan beban tanggung jawab di lapangan turut berpengaruh terhadap keharmonisan rumah tangga.

“Dari total 16 kasus perceraian tersebut, sebanyak 12 perkara telah diputus oleh pengadilan, dua kasus masih dalam proses, satu ditunda karena masih ada harapan untuk rujuk, dan satu lainnya berhasil dengan damai. Kondisi ini menjadi perhatian serius bagi instansi terkait dengan untuk memberikan pembinaan dan pendampingan mental kepada pegawai,” sebut Lisbeth.
Lisbeth menegaskan, setiap ASN dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) wajib mengajukan izin perceraian ke instansi masing-masing sebelum menjalani proses hukum di pengadilan.

Ia juga menilai pentingnya pembinaan psikologis dan konseling rutin bagi ASN sebagai langkah preventif agar permasalahan rumah tangga dapat diselesaikan secara damai tanpa harus berujung perceraian.

“Kami berharap setiap pasangan dapat menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan komunikasi yang baik. Perceraian sebaiknya menjadi pilihan terakhir setelah semua upaya penyelesaian dilakukan,” lanjut Lisbeth. (mah/pra)

 

Leave a Reply