Oleh: Tiara Mardova
Mahasiswa Fakultas Hukum/Universitas Bangka Belitung
PELECEHAN seksual adalah kejahatan kesusilan yang mana artinya, sebuah perilaku yang bernuansa seksual yang dilakukan langsung melalui kontak fisik ataupun non-fisik.
Pelecehan seksual ini bisa terjadi kepada siapa saja, tetapi yang paling dominannya anak-anak dan perempuan. Lalu, bisa terjadi di mana saja, misalnya bus, pasar, sekolah, kantor maupun di lingkungan sekitar rumah.
Pelecehan seksual ini pun sering sekali dianggap sebagai kejahatan yang merendahkan harkat martabat manusia karena berhubungan dengan tubuh, dan seksualitas tidak umum untuk anak-anak dan juga perempuan. Pelecehan seksual ini sering kali terjadi terutama pada perempuan. Bentuk-bentuk dari pelecehan seksual ini misalnya perbudakan seks, pemerkosaan, trafficking, dan lain sebagainya.
Maraknya kasus pelecehan seksual saat ini sudah sangat memprihatinkan sekali, yang mana kasus tersebut sudah masuk ke dalam lembaga pendidikan yang notabenenya adalah institusi untuk membentuk kepribadian siswa/mahasiswa. Bahkan, pelaku dari pelecehan seksual ini kerap melibatkan tenaga pendidik dan peserta didik itu sendiri.
Seperti kasus yang terjadi pada tahun lalu di Universitas Negeri Riau (UNRI), yang mana kasus ini dilakukan oleh dosen terhadap mahasiswi di kampus tersebut.
Kasus ini terjadi saat bimbingan skripsi oleh seorang mahasiswi dengan dosen pembimbingnya. Korban pada waktu itu datang ke kampus untuk melakukan bimbingan, lalu korban menemui SH, selaku dosen pembimbing korban. Lalu ketika di tengah–tengah bimbingan, (terduga) pelaku mengeluarkan kalimat yang menyangkut-paut dengan masalah pribadi mahasiswi tersebut.
Usai bimbingan itu, secara tiba-tiba pelaku melakukan aksi bejadnya dengan memegang tangan korban lalu mencium pipi dan kening korban.
Pelaku menjalani sidang perdananya di Pengadilan Negeri Pekanbaru, serta membacakan surat dakwaan kepada SH, selaku pelaku dalam kasus ini.
Berdasarkan kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 20 ayat 2 yang berbunyi; “Jika terpidana yang mendapat kebebasan itu tidak datang pada waktu dan tempat yang telah ditentukan untuk menjalani pekerjaan yang dibebankan kepadanya, maka ia harus menjalani hukumannya seperti biasa kecuali kalau tidak datang bukan dari kehendak sendiri”
Dan Pasal 21 ayat 1 yang berbunyi; “Pidana kurungan harus dijalani dalam daerah di mana si terpidana berdiam ketika putusan hakim dijalankan, atau jika tidak punya tempat kediaman, di dalam daerah di mana ia berada, kecuali kalau menteri kehakiman atas permintaannya terpidana membolehkan menjalani pidananya di daerah lain”.
Pelaku ditahan dengan maksud memberi pelajaran agar pelaku tidak melakukan kembali aksi bejadnya itu, serta takutnya pelaku menghilangkan barang bukti yang akan memperlambat dan mempersulit persidangan. Dengan ini mahasiswi yang lain tidak akan terkena kasus pelecehan seksual lagi, dan mahasiswi lain juga dapat merasakan keamanan kembali.
Dalam mengatasi tindak pidana pelecehan seksual terhadap perempuan dapat dilakukan dengan beragam cara, seperti menerima pengaduan atas segala macam tindak pelecehan terhadap perempuan, melakukan pemeriksaan kepada korban dan pelaku dengan prosedur hukum yang berlaku, kemudian menetapkan pasal atau undang-undang yang telah dilanggar oleh pelaku agar jera.
Setelah itu polisi bertugas memberikan perlindungan terhadap korban, dan untuk korban juga di berikan pendampingan agar dapat menghilangkan trauma akan pelecehan yang telah menimpanya. Kegiatan pemulihan dampak traumatis yang dialami oleh korban pelecehan seksual membutuhkan komunikasi terapeutik dalam pelaksanaannya, karena komunikasi ini memang memiliki tujuan untuk menyembuhkan.
Kasus pelecehan seksual tidak akan berhenti di sini saja dengan adanya pro dan kontra di antara korban dan pelaku dalam suatu kasus. Kita diharapkan berhati-hati dalam keadaan apapun dan di mana pun karena masalah seperti ini bisa datang kapan saja, terutama bagi perempuan karena yang paling banyak mengalami kasus ini.
Sementara, aparat hukum harus sigap jika terjadi kasus seperti ini lagi. Jika pelaku sudah ditetapkan bersalah maka harus segera melakukan sanksi pidana sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan.