JAKARTA, LASPELA- Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Jumat, (25/5) akhirnya mengesahkan perubahan UU nomor 15 tahun 2003 mengenai pemberantasan tindak terorisme dalam rapat paripurna. Perubahan UU ini memakan waktu yang cukup panjang, karena baru diketok setelah dua tahun.
Terkait UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, pemerintah menyatakan segera membahas Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur detail peran (keterlibatan) TNI dalam mengatasi aksi terorisme di Tanah Air.
Dikutip dari laman Harnas, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan, pembahasan Perpres dilakukan setelah Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada pertengahan Juni 2018. Sejumlah kementerian dan lembaga akan dilibatkan dalam merumuskan aturan tersebut. “Perpres ini melibatkan Kemhan, Kemenko Polhukam, Kemenkum HAM, Panglima TNI, Polri, dan BNPT,” katanya di Jakarta.
Yasonna berharap, penanggulangan terorisme di Indonesia bisa maksimal dan bertanggung jawab menyusul pengesahan RUU Terorisme. Dalam undang-undang yang baru, turut disematkan pula aturan penanganan korban terorisme. Negara memastikan bakal memberikan bantuan medis, rehabilitasi, santunan, dan kompensasi terhadap para korban.
“Ini keputusan politik pemerintah dengan parlemen karena masih banyak korban yang belum sembuh dari trauma akibat tindak terorisme,” ujar Yasonna.
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kemenkumham HAM Enny Nurbaningsih mengatakan, draf Perpres akan menjabarkan pelibatan TNI terkait operasi militer selain perang. Pelibatan dilakukan seperti tim dari BNPT, TNI, dan Polri.
Menurut Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Revisi UU Terorisme membuat TNI leluasa turun langsung. “Kami minta pemerintah segera mengeluarkan Perpres sebagai payung hukum komando khusus gabungan TNI-Polri,” kata Panglima TNI Hadi.
Ketua Pansus RUU Terorisme Mohammad Syafi’i menyebut, 281 anggota DPR yang hadir dalam Rapat Paripurna setuju RUU Terorisme menjadi UU.
Terdapat penambahan banyak substansi pengaturan dalam RUU Terorisme demi menguatkan pengaturan yang sudah ada, di antaranya bab pencegahan, korban, kelembagaan, pengawasan, dan peran TNI.
“RUU saat ini mengatur hal secara komprehensif, tidak hanya bicara pemberantasan, tapi juga aspek pencegahan, penanggulangan, pemulihan, kelembagaan, dan pengawasan,” imbuh Syafi’i.
RUU tersebut juga menambah ketentuan bahwa dalam melaksanakan penangkapan dan penahanan tersangka pidana terorisme harus menjunjung prinsip-prinsip HAM.
Terduga patut diperlakukan manusiawi, tidak disiksa, tidak diperlakukan secara kejam dan tidak merendahkan martabatnya sebagai manusia. Ada juga program bagi warga yang kembali dari Suriah.
“Bagi yang tidak terdampak jaringan terorisme akan disertakan dalam program kontra-radikalisasi. Sedangkan mereka yang terdampak jaringan terorisme akan diikutkan dalam program deradikalisasi. Program tersebut dijalankan oleh BNPT,” tutupnya.