Nasib Setya Novanto di DPR, Golkar, & Dukungannya ke Jokowi

Setya Novanto bersama Presiden Jokowi (istimewa)

JAKARTA, LASPELA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka pada Senin (17/7/2017). Jabatan Setnov—panggilan Setya Novanto— di dua kursi mulai “digoyang”.

Saat ini, Setnov menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar, salah satu partai pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Setnov juga menempati posisi sebagai Ketua DPR.

Untuk jabatan sebagai Ketua Umum Partai Golkar, saat pertama kali terpilih Setnov langsung menyatakan secara terbuka bahwa partai berlambang pohon beringin itu bakal mengusung Jokowi sebagai calon presiden pada pemilihan umum 2019.

Pertanyaannya, apakah sikap Golkar ini akan konsisten pascapenetapan ketua umumnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (KTP-El) yang merugikan negara sekitar Rp2,3 triliun itu?

Sejumlah tokoh Golkar mulai bersuara. Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Partai Golkar Yorrys Raweyai mendesak agar Ketua DPR Setya Novanto mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Yorrys menyebutkan, Golkar tidak tinggal diam setelah Setnov jadi tersangka di KPK.

“Kami tidak diam. Penetapan tersangka pasti punya implikasi politik terhadap Golkar,” kata Yorrys, Senin (17/7/2017) setelah mendengar keterangan Ketua KPK Agus Rahardjo yang menetapkan politisi Golkar itu sebagi tersangka.

Menurutnya, Golkar akan segera melakukan rapat internal untuk memutuskan nasib Setnov. Yorrys juga mengatakan bahwa lebih baik Golkar responsif daripada bersikap reaktif menyikapi kasus itu. Apalagi, Setnov kini juga sudah dilarang bepergian ke mancanegara itu.

“Dalam kaitan ini Golkar merasa perlu melakukan konsolidasi di dalam,” ujarnya dikutip dari laman bisnis.com

Menurutnya, sikap responsif itu Hal ini untuk mengantisipasi dengan berbagai opsi yang ada. “Jadi jangan terkesan reaktif begitu, ada apa-apa ribut akhirnya kacau,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung langsung meminta perlunya kepemimpinan baru di partai berlambang pohon beringin tersebut.

Akbar juga pernah menjadi ketua umum Partai Golkar di masa transisi pemerintahan Orde Bari ke Orde Reformasi 1998.

“Golkar harus mengambil langkah-langkah strategis ke depan, khususnya mempersiapkan diri menghadapi Pemilu 2019 yang akan datang,” ujarnya.

Menurutnya, kalau Setnov sudah ditetapkan jadi tersangka, partai harus mengambil langkah-langkah mendasar yang penting dalam menghadapi agenda politik 2019.

Kepemimpinan baru itu, ujarnya, tidak boleh hanya sekedar pelaksana tugas, namun kepemimpinan definitif yang sesuai AD/ART dan dipilih melalui Munas ataupun Munaslub Golkar.

“Bilamana adanya kepemimpinan baru yang definitif ini yang akan memimpin seluruh jajaran partai dari pusat sampai daerah untuk memulihkan Golkar di kondisi kritis menghadapi agenda politik 2018 dan 2019,” ujarnya.

Adapun, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan pergantian Ketua DPR Setya Novanto bisa dilakukan kalau Partai Golkar mengajukan pergantian meski status hukumnya belum berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Fadli Zon mengatakan pihaknya akan segera melakukan rapat setelah meminta klarifikasi atas status tersangka yang dijatuhkan pimpinan KPK kepada ketua Umum DPP Partai Golkar tersebut.

“Kalau yang menyangkut pimpinan tentu tergantung partai atau fraksi. Kalau fraksi tetap memberikan keleluasaan kepada pimpinan tidak masalah selama belum inkracht, kecuali dari partainya mengajukan pergantian,” ujarnya. (Bisnis.com)

Editor: Stefanus H. Lopis