“Kelompok lain yang berbeda pandangan dan idelogi tidak diterima serta dipaksa mengikuti karakter miliknya yang dianggap paling benar. Kelompok inklusif diperlukan untuk membendung paham homogenitas yang eksklusif,” tandas Ibrahim.
Dalam acara yang diselenggarakan Yayasan Pendidikan Lembaga Nasional Setiabudi Bekerja Sama dengan Kantor Kesbangpol Kabupaten Bangka ini, Ibrahim melihat gejala tersebut sebagai bentuk fenomena denizenship, yaitu menolak orang luar yang berbeda ideologi, agama, etnis, dan berbaga paham lain dengan kelompoknya.
Sementara salah satu peserta Bahar Buasan menilai kondisi bangsa sekarang memperlihatkan memudarnya nasionalisme. Maka dari itu dia setuju bahwa nasionalisme harus dipasarkan kembali secara masif. Hanya, dalam pemasaran perlu dilihat produk yang dijual dan cara menjual. Nasionalisme harus dikemas dengan cara baru agar laku di pasar.
Ibrahim menyarankan pemasaran Pancasila yang paling mudah lewat sekolah. Pancasila dikenalkan lagi secara intens. Hanya delivery-nya harus yang kreatif. Jangan seperti zaman Orde Baru yang membosankan.
Leave a Reply