PANGKALPINANG, LASPELA – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono menjelaskan alur anjloknya harga sawit dalam beberapa pekan ini. Kondisinya dimulai dari penuhnya tangki penampungan hingga perusahaan mengalami hambatan untuk melakukan ekspor Crude Palm Oil (CPO).
“Ekspor Crude Palm Oil (CP) tersendat dan penuhnya tangki penampungan serta tangki refinery (pemurnian proses pengolahan minyak mentah) di perusahaan kelapa sawit, sehingga anjloknya harga sawit,” katanya kepada negerilaspelangi.com, Senin (4/7/2022).
Joko mengatakan, akibat tangki milik perusahaan penuh, sehingga tidak bisa memproduksi lebih banyak CPO. Jika diproduksi tetapi tidak bisa ekspor, akhirnya banyak perusahaan memilih menghentikan aktivitas sementara.
“Yang menjadi permasalahan saat ini di mana ekspor belum berjalan dengan lancar, refinery tangki penuh, perusahaan kelapa sawit tidak bisa beli, bahkan ada yang tutup, rangkaian ini yang harus diurai, percepatan ekspor tentu saja,” ujarnya.
Lanjut Supri, ini tugas Gapki memberikan edukasi kepada para pihak pemda, petani, dan semua stakeholder terkait agar mengupayakan memperjuangkan bersama.
“Menyelesaikan harga TBS tidak hanya memerintahkan memaksakan perusahaan beli, tidak akan bisa. Karena persoalan tangki penuh, cpo tidak laku dijual, ekspor tidak lancar. Dan untuk petani tidak bisa maunya sendiri, kita sendiri, ini satu kapal yang harus berlayar bersama,” jelasnya.
Selain itu, pihaknya juga sudah menyampaikan untuk menaikkan harga TBS dan ekspor harus naik. Kalau ekspor tersumbat, kendala tangki tidak akan terkuras, dan TBS terbatas dibeli.
“Kita terus menyampaikan aspirasi dan kondisi persoalan di lapangan kepada pemerintah, bahkan mengusulkan agar keran ekspor kembali dipermudahkan sehingga ekspor menjadi lancar. Ditambah harga sawit dunia pun saat ini mengalami penurunan,” terangnya.
Supri menjelaskan, ada hal yang harus dipahami pasca-larangan ekspor sawit, seperti banyak perusahaan yang harus kontrak ulang dengan kapal pengangkut. Lalu, pelaku ekspor menghadapi ketidakpastian dan harus sudah siap kontrak dalam kondisi normal. Semua negosiasi bisa berjalan lancar bila izin ekspor sudah keluar.
Kemudian, dia menambahkan bahwa pengusaha meminta relaksasi. Bila melakukan ekspor sawit dengan harga turun, maka perusahaan kena beban pungutan ekspor besar. Inilah yang diminta supaya ekspor berjalan kencang dulu agar tangki bisa terkuras dan pembelian normal kembali.
“Indonesia menjadi produsen terbesar, eksportir terbesar dan konsumen terbesar. Sawit ini menjadi primadona dan membanggakan Indonesia dan harus memiliki daya saing. Apa yang terjadi hari ini kesalahan dalam menangani kesalahan. Kita tidak boleh menyerah dan sampaikan terus persoalan di lapangan kepada pemerintah pusat karena tidak sepenuhnya pemerintah pusat memahami persoalan di lapangan,” pungkasnya. (wa)