Belitung, 6 November 2018
BELITUNG – LASPELA – Pemahaman agama Islam yang parsial dan dangkal dapat memicu radikalisme dalam beragama. Demikian diungkapkan Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin saat membuka Perkemahan Rohis Siswa SMA/SMK Tingkat Nasional III Tahun 2018 yang digelar di Bumi Perkemahan Juru Seberang, Belitung, 5-10 November 2018.
Menurut Menag, penafsiran dalam beragama itu bisa berbeda dan itu harus dihargai dan hormati sejauh mengajak untuk memelihara harkat, derajat dan martabat kemanusiaan. “Ketika ada yang menjelaskan islam tapi isinya merendahkan kemanusiaan maka sesungguhnya itu bertolak belakang dengan esensi Islam,” katanya.
Sejumlah pejabat hadir dalam pembukaan perkemahan yang akan digelar selama lima hari ini. Diantaranya Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan dan Bupati Belitung Sahani Saleh. Dalam perkemahan ini sebanyak 1200 pegiat Kerohanian Islam (Rohis) SMA/SMK dari 34 provinsi di Indonesia dikumpulkan di Bumi Perkemahan Juru Sebrang, kabupaten Belitung. Acara ini diikuti oleh 1123 peserta dari 621 SMS/SMK dari 298 Kabupaten Kota yang digelar pada 5-10 November ini. Acara yang mengambil tema “Membentuk Genersi Islam Yang Literat dan Moderat” ini merupakan bagian dari gerakan moderasi Islam di kalangan pegiat kerohanian Islam di sekolah yang diprakarsai oleh Kementerian Agama RI.
Menag melanjutkan, generasi Islam milenial sekarang ini adalah generasi Z yang selalu digoda oleh segala bentuk informasi, termasuk informasi sampah bahkan hoax. Untuk itu mereka harus meningkatkan kecerdasan dalam berpikir dan beragama. “Maka dari itu tebarkan kedamaian dimanapun kapanpun dan kepada siapaun,” tambahnya.
Menag mengungkapkan salah satu penelitian pada akhir tahun 2017 yang menyebutkan bahwa sebanyak 84,9% para siswa/mahasiswa memiliki akses internet. Dan internet memunyai peranan signifikan dalam memengaruhi opini seseorang termasuk siswa, dalam opini keberagamaannya.
Dalam beberapa penelitian lain juga menginformasikan bahwa ROHIS juga menjadi target untuk disusupi gerakan-gerakan yang menumbuhkembangkan intoleransi, menggampangkan mengatakan kafir kepada orang lain, bahkan melawan NKRI.
Kegiatan-kegiatan ROHIS seharusnya menjadi salah satu kegiatan positif yang dapat memberikan tambahan pengetahuan keagamaan sekaligus dapat mengkonfirmasi informasi-informasi keagamaan yang didapatnya dengan para pembina dan guru agama. Maka dari itu dalam acara ini dikumpulkan pula 125 guru pendamping Rohis dari seluruh Indonesia agar mereka dapat melalukan diskusi serta sharing guna menemukan bentuk kegiatan Rohis yang positif dan jauh dari potensi radikalisme. (*/Jun)