Menjaga Bahasa Warisan Leluhur

* Leni Reziyustikha

Avatar photo
Leni Reziyustikha (Foto: instagram @lenirezi)

Belajar bahasa daerah ternyata bisa menghadirkan jalan menuju prestasi internasional. Kisah inspiratif Leni Reziyustikha, guru asal Belitung Timur, yang lahir pada 15 Mei 1989 ini bisa dijadikan contoh dalam menjaga warisan bahasa lelulur.

Dari kesehariannya sebagai pendidik di MIN 1 Beltim, Leni menjadikan kepeduliannya terhadap bahasa daerah sebagai pintu untuk menginspirasi banyak orang, hingga akhirnya mengantarkannya meraih Juara 2 ASEAN Live Creators for Change Program yang digelar ASEAN Foundation bersama TikTok Live.

Semua berawal dari sebuah kegiatan sekolah bertajuk Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dengan tema kearifan lokal. Saat itu, Leni menyadari banyak siswanya yang kurang familiar dengan bahasa Belitung.
Dari situ lahirlah ide membuat konten sederhana bersama siswa, sekadar untuk melengkapi pembelajaran. Tak disangka, konten tersebut justru disambut hangat oleh masyarakat.

“Awalnya saya hanya ingin mendokumentasikan kosakata yang jarang terdengar. Tapi ternyata banyak yang ikut senang, bahkan ada yang ikut mengingatkan dan melengkapi kosakata yang belum saya tahu,” ujar Leni.

Perjalanannya tentu tak selalu mulus. Leni kerap terbentur pada ide dan waktu, apalagi ia harus mengajar sekaligus menjalankan tugas sebagai humas madrasah. Semua konten ia rekam dan edit sendiri. Belum lagi tantangan saat menemukan kata-kata yang tak tercatat di kamus bahasa Belitong.

Baca Juga  Hari Jadi Pertambangan dan Energi 2025: PT Timah Fokus pada Hilirisasi dan Pengembangan Mineral Ikutan

Namun, justru di situlah ia melihat betapa pentingnya usaha menjaga bahasa daerah yang rawan punah.

UNESCO pada 2024 mencatat, setiap dua minggu ada satu bahasa daerah di dunia yang hilang. Fakta itu semakin menguatkan tekad Leni untuk terus berkarya.

“Bahasa adalah identitas. Kalau kita tak menjaga, siapa lagi?” tuturnya.

Inspirasi kontennya datang dari percakapan sehari-hari. Obrolan bersama guru atau siswa sering menjadi bahan ide baru. Misalnya ketika seorang anak bertanya arti sebuah kata dalam bahasa Belitung, ia langsung mencatat dan menjadikannya video edukasi, yang diunggah di instagram @lenirezi dan TikTok @lenirezi

Respon netizen pun luar biasa. Saat melakukan siaran langsung di TikTok, tak jarang penonton turut menyumbangkan kosakata yang jarang terdengar, sehingga terjadi proses belajar bersama.

Di balik layar, Leni tidak berjalan sendirian. Sang suami selalu setia mendukung, bahkan kerap menjadi kameramen sekaligus partner diskusi.

Baca Juga  Tambah Sumber Daya dan Cadangan, PT Timah Mantapkan Posisi Indonesia di Industri Global

“Alhamdulillah, suami sangat support. Kami sama-sama semangat untuk menjaga budaya dan bahasa Belitong,” katanya penuh syukur.

Hingga akhirnya, langkah kecil itu membawa Leni ke panggung internasional. Dari ratusan peserta se-Asia Tenggara, ia berhasil masuk 20 besar, lalu meraih Juara 2 dalam program yang mengangkat isu pendidikan, lingkungan, kewirausahaan, dan pariwisata.

Kisah Leni menjadi bukti bahwa menjaga bahasa daerah bukan hanya soal melestarikan warisan budaya, tapi juga membuka peluang untuk mengharumkan nama daerah di kancah dunia. Dari ruang kelas sederhana, suara kecil tentang bahasa Melayu Belitong kini menggema hingga ke level ASEAN.

“Bahasa daerah bukan sekadar kata. Ia adalah identitas, memori, dan jati diri kita. Mari sama-sama menjaganya,” pesan Leni penuh harap.

Bahasa mungkin terdengar sederhana, tapi lewat ketulusan bu guru Leni, ia menjelma menjadi jembatan untuk belajar, menginspirasi, dan melestarikan identitas generasi. (rul/*)

 

Leave a Reply