Presiden Taiwan dan Pesannya untuk Cina

Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen.

TAIPEI, LASPELA–Tsai Ing-wen dilantik di Istana Kepresidenan Taiwan, Jumat, 20 Mei 2016 kemarin, sebagai presiden perempuan pertama di Taiwan. Dalam pidato pengukuhannya, Tsai Ing-wen mengatakan orang Taiwan telah menunjukkan sikap untuk berkomitmen membela kebebasan dan demokrasi sebagai cara hidup.

“Pembangunan yang stabil dan damai dalam hubungan lintas selat harus terus dikembangkan”, kata Tsai Ing-wen. Dia juga meminta Taiwan dan Cina menyisihkan muatan sejarah dan terlibat dalam dialog yang positif untuk kepentingan masyarakat kedua pihak.

Ini merupakan pesan yang jelas ditujukan kepada Cina bahwa Taiwan menghargai karakteristik masyarakat dan pemerintahan mereka lebih dari hubungan ekonomi dengan Cina. Demokrasi dan kebebasan untuk Beijing berarti pro-kemerdekaan, sehingga Cina kemungkinan akan tidak percaya kepada Tsai Ing-wen.

Fokus Tsai Ing-wen dalam menjalankan pekerjaannya sebagai Presiden Taiwan adalah demokrasi dan kemerdekaan Taiwan. “Ini adalah tanggung jawab seluruh masyarakat Taiwan untuk menjaganya,” ujar dia.

Pada Januari lalu, Tsai Ing-wen dengan mudah mengalahkan saingan terberatnya. Dalam kampanyenya, dia menunjukkan keprihatinan yang mendalam atas perekonomian. Taiwan kini memiliki tiga kuartal kontraksi ekonomi dan ekspor telah menurun selama 15 bulan berturut-turut.

Presiden sebelumnya, Ma Ying-jeou, dari Partai Nasionalis atau Kuomintang, telah mendorong hubungan yang lebih erat dengan Cina selama delapan tahun jabatannya. Namun masyarakat semakin waspada dengan pendekatan dan protes besar terjadi pada 2014 silam terhadap pakta perdagangan dengan Cina. “Saya akan mempertahankan status quo lintas selat,” ucap Ing-wen.

“Bulan madu sebagai presiden untuk Tsai Ing-wen sangat pendek. Jika tidak, ini akan berakhir,” tutur Jean-Pierre Cabestan, profesor pemerintah dan studi internasional di Hong Kong Baptist University. (Tempo/Stef)