PANGKALPINANG, LASPELA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) sepakat menolak revisi Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran. Penolakan ini terungkap dalam audiensi dengan sejumlah organisasi pers di Babel, yang digelar di Kantor DPRD Babel, Rabu (5/6/2024).
Audiensi tersebut di hadiri Ketua IJTI Babel Joko Setyawan, Sekretaris PWI Babel Fakhruddin Halim, Ketua Serikat Perusahaan Pers Provinsi Bangka Belitung, Agus Ismunarno, serta insan pers, diterima langsung oleh Plt Wakil Ketua DPRD Bangka Belitung Heryawandi serta anggota DPRD Babel.
Dalam kesempatan ini, Heryawandi mengatakan RDP ini bertujuan agar DPRD Babel dapat mendengarkan secara jelas tentang keberatan rencana revisi UU Penyiaran, termasuk kaitan adanya tumbang tindih pasal yang ada di UU Penyiaran.
“Kita akan berikan dukungan penuh kepada teman-teman pers ini karena bagaimana pun ini merupakan aspirasi mereka termasuk insan pers di seluruh indonesia,” ujarnya kepada awak media.
Dia menyebutkan, pihaknya memastikan akan membawa hasil RDP atau aspirasi organisasi pers di Provinsi Bangka Belitung untuk dibahas di DPR RI.
“Untuk mendukung dan meneruskan aspirasi ini ke DPR RI sebagai lembaga yang akan melakukan revisi,” ungkapnya.
Ketua IJTI Babel Joko Setyawan menjelaskan, audiensi ini bertujuan untuk mendiskusikan dan mendapatkan masukan dari para insan pers terkait dengan rancangan undang-undang penyiaraan yang sedang dibahas oleh DPRD.
“Salah satu alasan utama penolakan tersebut adalah kekhawatiran bahwa rancangan Undang-Undang Penyiaran dapat mengancam kebebasan pers dan hak untuk menyampaikan informasi yang akurat dan independen kepada masyarakat,” katanya.
Para insan pers menyatakan bahwa Undang-Undang tersebut dapat digunakan sebagai alat pembungkaman terhadap kritik dan investigasi yang dilakukan oleh media.
Sementara itu, Ketua Serikat Perusahaan Pers Provinsi Bangka Belitung, Agus Ismunarno menyatakan, bahwa tetap teguh menolak pasal-pasal kontroversial pada draft Revisi UU No 32 tentang Penyiaran.
“Tentunya ini karena akan membunuh perusahaan pers, mematikan demokrasi sejati dan mengkerdilkan kebebasan pers serta insan pers pada titik terendah,” tegas Agus.
Tak hanya itu, menurut Agus, pasal-pasal kontroversial dalam UU Penyiaran ini dapat membelenggu kebebasan pers dan dapat pula membatasi informasi publik, sehingga akan sangat bahaya sekali apabila terus dipaksakan.
Selain itu, pihaknya juga merespon baik pihak DPR RI yang mengambil jeda proses legislasi, dan mendengarkan kritik dan aspirasi komunitas pers atas penolakan yang terjadi disejumlah daerah.
“Pasal-pasal kontroversial yang kami tolak berpotensi membelenggu kebebasan pers, membatasi informasi publik hingga membatasi keberagaman konten di ruang digital. Draft Revisi UU No 32/2002 (draft versi Maret 2024), ini berpotensi terjadinya tumpang tindih aturan,” tutupnya.(chu)