Siswa SLBN Mentok Diduga Jadi Korban Penganiayaan, Begini Tanggapan Pihak Sekolah

Ilustrasi penganiayaan. (Foto: Net)

MENTOK, LASPELA–  Pihak Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Mentok yang menjadi tempat AHH, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang mengalami dugaan tindak pidana penganiayaan memberikan tanggapannya.

Kepala SLBN Mentok Arief Jananto menyampaikan, berdasarkan informasi yang diterima pihak sekolah melalui teman yang ikut bermain dengan AHH saat hari kejadian bahwa korban mengalami insiden terjatuh di lingkungan sekolah. Bahkan dua kali di tempat berbeda.

“Jadi sepengetahuan kami menurut informasi yang didapatkan dari salah seorang siswa yang ikut bersama bermain dengan anak yang mengalami kejadian itu. Bahwa anak ini terjatuh, kemudian dua kali anak ini terjatuh di halaman sekolah dan selasar sekolah,” katanya.

Kemudian, setelah mendapati adanya kejadian tersebut pihak sekolah juga sempat melakukan upaya penanganan pertama. Korban sempat coba ditenangkan lantaran menangis dan diberikan penanganan medis dengan mengompres bagian tubuh yang mengalami luka lebam.

“Kami juga obati bagian yang terluka. Setelah penanganan itu, kami bawa ke IGD Rumah Sakit Timah dan ditangani oleh tenaga medis di sana, pada saat itu. Sampai saat ini kami terus berikan perawatan atas permintaan dari orang tua apabila si anak mengalami demam,” ucapnya.

“Kita fasilitasi untuk pengobatannya di rumah sakit umum, termasuk diminta rontgen kita sudah berikan pendampingan dan pembiayaan. Betul, CCTV kami rusak jadi tidak bisa dilihat dan dimonitor kejadian pada saat itu. Jadi dia ini hanya berdua bermain dengan salah satu temannya,” sambung Arief.

Lebih lanjut, korban saat itu sedang berada di dekat pagar sekolah dengan temannya sedang membeli jajanan es. Arief juga membenarkan bahwa bocah tersebut juga sempat mengalami kejadian serupa meski sudah lama berlalu. Tepatnya saat sang anak masih duduk di bangku kelas dua.

“Kita coba mediasi dengan pihak keluarga dan jelaskan apa yang sebenarnya terjadi menurut informasi dari anak atau orang yang kita anggap tahu. Tapi nampaknya pihak keluarga tidak puas dan merasa ada sesuatu yang disembunyikan pihak sekolah dan ini juga sudah berproses di kepolisian, kita ikuti saja,” katanya.

Meski demikian, Arief mengaku bahwa pihaknya lalai dalam melalukam pengawasan terhadap aktivitas anak-anak di lingkungan sekolah. Faktor utama karena jumlah siswa yang sudah melebihi kapasitas daya tampung (overload) dengan total keseluruhan siswa mencapai 83 orang.

“Dari 83 siswa ini terdiri dari tiga jenjang yaitu SD, SMP dan SMA. Jadi satu guru itu menampung sampai 11 anak, sedangkan semestinya minimal 5 siswa. Tapi kami dari intern sekolah ke depan akan lebih meningkatkan lagi pengawasan pada anak-anak agar kejadian ini tidak terulang. Juga kami harapkan pihak dinas dapat menambah tenaga pendidik di sekolah kami,” katanya.

Diberitakan sebelumnya, seorang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang masih duduk di bangku kelas Vi di salah satu Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) di Kabupaten Bangka Barat (Babar), Provinsi Bangka Belitung (Babel) diduga mengalami tindak pidana penganiayaan.

Hal ini diketahui setelah korban dengan inisial AHH tersebut pulang dari sekolah pada Selasa (30/5/2023) lalu. Kedua orang tua korban mendapati sang anak mengalami luka lebam pada sekitar area kedua matanya. Beberapa bagian tubuh korban juga mengalami luka-luka.

Menurut keterengan ibu korban AR, ini sudah kali kedua anaknya mendapati dugaan tindak pidana penganiayaan. Akan tetapi, pada kejadian pertama luka lebam yang dialami anaknya tidak begitu parah sehingga pihak keluarga saat itu belum melaporkan ke pihak berwajib.

“Karena ini sudah dua kali, luka-lukanya sudah cukup serius dialami anak saya, maka pada tanggal 31 Mei lalu kami terpaksa harus membuat laporan ke Unit PPA Satreskrim Polres Babar agar bisa segera ditindaklanjuti,” ujar ibu korban AR saat dikonfirmasi awak media pada Rabu (7/6/2023). (Oka)