Hitungan Waktu
Karya: Nikolas Adventus Wolo Koten
Saat aku di sini
Ketajaman jarum sangat menusuk di tubuh
Pohon menjadi saksi mata
Dan awan pun menjadi tiang pelindung
Beribu tempo sudah kujalani
Tampaknya semua akan sirna pada waktunya
Jelinya kala ku hitung saat itu
Membuatku terombang-ambing dalam kurunnya zaman
Kepada siapa aku mencari era
Sedangkan putih telah berubah menjadi hitam
Memang waktu tidak selalu indah
Namun, kenangan waktu tidak akan hilang. (*)
Hati Mengetuk
Karya: Martinus Handoko
Kupandangi sekitarku …
Rumah masih bersedia menampungku
Tempat tidur masih bersedia menopang mimpi-mimpiku
Langit-langit masih menjadi tempat tatapan angan-anganku
Sejenak ku berpikir …
Tentang ikan-ikan di akuarium yang masih berenang dan berjuang
Jam yang masih menunjukkan waktu, walau kini lemah dan melambat
Matahari yang masih menyingsing di antara segerombolan pasukan awan hitam
Masih menghitung hari-hari …
Tapi, akankah hari-hari itu sudi kuhitung lagi?
Dimana jalan yang dulunya lengang menjadi bergemuruh
Banyak mata, namun hati menjadi langka. (*)
Berdoa Dalam Tanah
Karya: Silvester Kua
Setetes darah tertumpah jatuh ke tanah
Tali kecil itu, seperti duri lalang menusuk
Tak satupun yang dapat cepat dari pedang
Hanya ada aku dan kamu, berselimut dalam gelap
Ruangan gelap, tempat yang dingin itu
Menjalar sampai ke dunia api
Sampai sekarang hanya lilin, penolong aku
Berlutut seraya bersenandung, tangis bergema
Jikalau ada Tuhan, aku ingin berteriak
Oh Tuhan … Tuhan, dimanakah Engkau?
Doa begitu keras, lilin kecil pun padam
Mataku mengecil memejam, lalu membuka, …kurasakan kehadiran Tuhan!
Rindu
Karya: Albert Enstaine
Renjana yang tertuliskan di kalbu
Bagaikan rembulan terdayuh baka
Berada di dalam lingkaran dilematis yang mengikat
Raja gundah rindu pada afeksi
Tika suar mencuat dalam jiwa
Berani dipisahkan dari dama harsa
Harmoni jalinan walau terpisahkan oleh nusa
Jeremba harapan tangan menatap di masa mendatang (*)
Leave a Reply