NAMANG, LASPELA – Bagi masyarakat Desa Namang, Kabupaten Bangka Tengah, senja dan fajar bukan sekadar pergantian waktu. Sejak 2008, Pemerintah Desa (Pemdes) Namang menghidupkan momen tersebut lewat dua program unggulan: Magrib Mengaji dan Sajadah Fajar.
Program ini bukan hanya sarana ibadah, tetapi juga perekat sosial dan media pembinaan moral, terutama bagi generasi muda.
Kepala Desa Namang, Zaiwan, menegaskan bahwa pembangunan tidak hanya menyentuh infrastruktur dan ketahanan pangan, tetapi juga aspek spiritual warganya.
“Selaku Pemdes kita tidak hanya membangun fisik, sosial, budaya, ketahanan pangan tapi kita juga ingin membina moral agama untuk masyarakat melalui program magrib mengaji dan sajadah fajar,” ujarnya, Kamis (14/8/2025) malam.
Tadi malam, Magrib Mengaji di Masjid Jami’atul Khoir terasa istimewa. Pemdes menghadirkan Habib Abdul Qadir Bin Muhammad Al Qudaymi dari Yaman, didampingi penerjemah sekaligus Pimpinan Majelis Ta’lim Assalamatul Abawiyah Bangka Barat, Habib Farid Bin Mahdi Assegaff. Warga, termasuk Kades Namang dan tokoh masyarakat, hadir dengan penuh antusias.
“Alhamdulillah antusias masyarakat luar biasa setiap ada kegiatan Magrib mengaji ini, karena kegiatan ini hal yang positif khususnya kepada ibu-ibu agar lebih berbakti lagi kepada suami sebagai kepala keluarga,” kata Zaiwan.
Kegiatan ini diadakan dua kali setiap bulan, diikuti ibu-ibu, anak-anak, hingga remaja. Lokasinya bergilir antara masjid, balai desa, dan tiga pesantren di Namang. Ada pula ngaji tikar, pengajian keliling di rumah-rumah warga.
“Untuk guru ngaji ini kita kasih honor 250 setiap bulan baik itu dari dana desa maupun dari PAD desa,” tambahnya.
Program Sajadah Fajar pun tak kalah bermakna. Dilaksanakan setiap Jumat pagi, kegiatan ini mengajak warga dan guru-guru agama berkeliling ke lima masjid dan mushola di Namang. Tujuannya, memuliakan rumah ibadah sekaligus mempererat ukhuwah.
“Kita juga menyiapkan mobil desa untuk ibu-ibu menghadiri pengajian di luar Desa Namang, dan untuk pengajian anak-anak ada di pesantren yang ada di Desa Namang. Untuk anak yatim piatu kita gratiskan,” tutup Zaiwan.
Program yang konsisten berjalan lebih dari 15 tahun ini menjadi contoh bagaimana desa dapat membangun warganya secara utuh—lahir dan batin—sekaligus menjaga tradisi mengaji agar tetap hidup di tengah arus modernisasi. (chu)
Leave a Reply