KEBERADAAN defisit anggaran dan defisit transaksi berjalan yang terlalu tinggi dapat mengganggu keberlanjutan ekonomi pada suatu daerah dalam jangka yang pendek maupun jangka panjang. Defisit dapat diartikan sebagai kekurangan dalam kas keuangan yang disebabkan oleh pengeluaran lebih besar dibandingkan penghasilan yang diterima.
Untuk fenomena defisit anggaran di Kepuluan Bangka Belitung, terlihat pada data awal tahun 2025 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengalami defisit anggaran sebesar Rp 70 miliar, dan berpotensi defisit Rp 273 miliar pada tahun berjalan. Hal yang sama juga terjadi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2025 ini. Defisit provinsi Bangka Belitung salah satunya disumbang dari SILPA Dana Alokasi Umum (DAU) pemerintah pusat yang mengalami pemotongan sekitar Rp 49 miliar, yang sebelumnya mendapat Rp 163 miliar, kini hanya mendapat Rp 114 miliar.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 29 Tahun 2025 tentang penyesuaian relokasi dana transfer ke daerah berkaitan dengan efisiensi anggaran bahwa, Provinsi Kepulauan Babel mengalami pengurangan DAU sesudah efisiensi sebesar Rp 20,9 milyar, Kabupaten Bangka berkurang sebesar 13,7 milyar, Kabupaten Belitung berkurang sebesar 9,2 milyar, Kota Pangkalpinang berkurang sebesar 4,5 milyar, Kabupaten Bangka Selatan berkurang sebesar 15,3 milyar, Kabupaten Bangka Tengah berkurang sebesar 8,6 milyar, Kabupaten Bangka Barat berkurang sebesar 18,6 milyar, dan Kabupaten Belitung Timur berkurang sebesar 25,3 milyar, DAU yang ditentukan relokasinya hanya ditentukan untuk dukungan bidang pendidikan dan kesehatan yang tidak ada sama sekali direlokasikan untuk pekerjaan umum.
Sebagai gambaran salah satu contoh APBD Kota Pangkalpinang dimana pendapatan daerah diproyeksikan sebesar Rp 962,79 miliar, belanja daerah ditetapkan sebesar Rp 1,045 trilyun atau defisit APBD 2025 mencapai Rp 82,47 miliar. Kondisi tersebut berimbas terhadap penyesuaian program dan kegiatan Pemerintah Kota Pangkalpinang pada transaksi berjalan di tahun 2025 ini.
Dalam hal ini, Pemerintah daerah baik provinsi dan kabupaten memiliki orientasi pembangunan dan fokus belanja yang pro rakyat. Misalnya, dampak dari mengurangi kegiatan di hotel juga tentunya akan berimbas besar di sektor jasa pada jangka pendek maupun panjang. Diprediksi bahwa dari rilis PHRI Bangka Belitung pada Februari 2025 sekitar 300 karyawan terancam kehilangan pekerjaan akibat berkurangnya kegiatan di hotel dari Pemerintah Daerah. Tentunya ini akan menjadi perhatian penting.
Berkurangnya Dana Alokasi Umum (DAU) untuk sektor pekerjaan umum menjadi suatu masalah pada jangka pendek maupun jangka panjang. Pada jangka pendek, berkurangnya peluang pekerjaan pada sektor pekerjaan umum. Ini akan berimbas terhadap pendapatan masyarakat. Berkurangnya pendapatan, maka otomatis akan mempengaruhi ekonomi masyarakat.
Belanja masyarakat pada sektor riil khususnya di UMKM di Kabupaten/Kota terlihat dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Beberapa bulan terakhir kita amati bahwa keluhan dari pelaku usaha yang mengalami penurunan omzet pendapatan. Bahkan beberapa pelaku usaha telah mengurangi atau memberhentikan pekerja mereka. Ini efek jelas dari hilangnya pekerjaan dari sektor pekerjaan umum yang dikurangi dari Pemerintah Daerah terkait kebijakan defisit anggaran.
Dilematis, satu sisi pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota di Bangka Belitung memiliki tekad kuat dalam meningkatkan PAD sebagai sumber pendapatan asli daerahnya. Namun demikian, penguatan infrastruktur dan peningkatan belanja operasional terhadap peningkatan PAD. Secara rata-rata kontribusi PAD bagi Pendapatan Daerah berkisar di angka 10%. Artinya selama satu dekade terakhir ketergantungan daerah terhadap dana transfer sangat tinggi. Dengan demikian, terjadinya defisit anggaran APBD khususnya dari pengurangan dana transfer maka berimbas bagi pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada masa yang akan program-program inovasi untuk akselerasi peningkatan PAD tentunya juga menjadi prioritas pada masa yang akan datang.
Solusi pemerintah daerah yang wajib dilakukan dalam rangka meningkatkan PAD sebagai sumber murni yang diperoleh daerah tersebut. Akan tetapi dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini, daerah hanya bisa meningkat PAD secara signifikan dari sektor Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bumi Bangunan. Untuk sektor peningkatan pajak daerah yang lain seperti Pajak Hotel, Restoran, Reklame dan yang lainnya tentunya akan mengalami pengurangan. Artinya, perlu belanja operasional yang lebih dari pemerintah untuk meningkatkan PAD dari sektor lain tersebut. Ini mungkin belum bisa dilakukan pada saat sekarang, dikarenakan adanya kebijakan efisiensi anggaran tersebut.
Solusi yang lain, tentunya Pemerintah Daerah akan berupaya menarik investasi yang masuk ke Bangka Belitung. Namun demikian, faktor infrastruktur seperti sarana jalan yang perlu dan sarana pendukung infrastuktur lainnya perlu peningkatan kualitas. Investasi yang akan masuk tentunya akan mempertimbangkan kondisi tersebut. Kebijakan efisiensi anggaran ini akan mengurangi biaya infrastuktur seiring berkurangnya dana transfer pemerintah Pusat baik dari Dana Alokasi Umum (DAU) di pemerintah provinsi Bangka Belitung dan kabupaten Kota. Ini tentunya juga menjadi prioritas bagi Pekerjaan Umum yang akan meningkatkan saran infrastruktur sebagai daya tarik investasi untuk menanamkan investasi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. (*)
Leave a Reply