“Lumpurnya itu sangat berpengaruh sekali merusak ekosistem dan ekologi. Harapan kita pemerintah daerah dapat melakukan upaya pencegahan dampak lumpur tersebut,” jelasnya.
Lebih dari 80% penduduk desanya, sekitar 2.000 jiwa, bergantung pada hasil laut.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Babel, Agus Suryadi, menjelaskan bahwa perusahaan KIP telah mengantongi izin PKPRL (Perizinan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) seluas 92 hektar dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Mereka bisa bekerja tetapi masih dalam zona tambang,” kata Agus, menambahkan bahwa operasi di luar zona izin tersebut merupakan pelanggaran.
Ia juga menyoroti pentingnya pemantauan KIP melalui VMS (Vehicle Monitoring System).
“Kalau mendengarkan dari masyarakat kan sepertinya di luar itu, makanya kita akan prospektor juga ada keluhan masyarakat untuk mereka melarang untuk tidak boleh,” tambahnya.
Sementara Ketua DPRD Didit Srigusjaya merespon tuntutan nelayan dengan rencana aksi nyata.
Leave a Reply