MENJELANG Pilkada Ulang di Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka menjadi penantian bagi calon kandidat untuk mendapatkan rekomendasi dari Partai Politik sebagai tiket pencalonan. Di waktu yang bersamaan pula, Partai Politik juga menantikan Mahar Politik dari kandidat yang ingin mendapatkan rekomendasi sebagai syarat pencalonan.
Untuk Pilkada Ulang tahun 2025 di Pangkalpinang dan Bangka yang dilaksanakan pada bulan Agustus nanti mulai terdengar angka-angka nominal yang harus digelontorkan oleh kandidat untuk mendapatkan rekomendasi pencalonan. Jenisnya cukup beragam. Ada yang harus menyetor mahar politik berdasarkan jumlah per kursi di DPRD Kabupaten/Kota yang diperoleh oleh Partai Politik. Ada juga yang hanya menyetor dengan tarif diskon. Misalnya, ada kader internal partai tertentu mencalonkan sebagai Walikota atau Bupati, kemudian untuk posisi Wakilnya dinaturalisasi alias bukan dari kader internal. Dalam kasus ini, kader eksternal tadi harus menyetor dengan jumlah yang diminta.

Selain itu, ada juga yang sifatnya semacam saldo mengendap yang harus dimiliki calon kandidat untuk ditunjukkan ke pihak Partai Politik agar lebih meyakinkan kalau calon tadi benar-benar memiliki kemampuan finansial untuk memenangkan kompetisi politik.
Bahkan, lebih menarik lagi, saat ini pada saat proses penjaringan calon-calon kandidat yang mendaftar di partai tertentu sudah dimintai dana sokongan untuk melakukan Survei Politik. Survei Politik yang dilakukan tadi bertujuan untuk memudahkan Partai Politik melihat calon-calon kandidat yang paling potensial untuk diberikan rekomendasi. Meskipun hasil survei tadi menunjukkan ada figur yang potensial untuk memenangkan kompetisi politik juga belum otomatis mendapatkan rekomendasi jika tidak menyetor sejumlah mahar politik yang disyaratkan oleh peserta pemilu. Jadi, secara sederhana, dari proses pra pencalonan-pencalonan-hingga memenangkan kompetisi, para kandidat harus siap menggelontorkan sejumlah uang. Alasannya sederhana saja. Partai Politik ingin melihat keseriusan calon kandidat untuk benar-benar siap bertarung sehingga pantas mendapatkan dukungan dari partai politik yang ada.
Implikasi dari praktik Mahar Politik ini menjadikan biaya politik semakin mahal. Proses transaksional tadi berjalan mulai dari tahap hulu hingga hilir dari setiap proses konstelasi politik seperti Pilkada Ulang nanti. Mengapa ini semakin berlarut dan mengkristal?
Ada dua hal yang saling berkaitan yakni antara supply-side dan demand-side. Dua hal tadi berjalan tidak saja di level elit politik saja tapi juga merambah sampai level masyarakat akar rumput. Penelitian kuantitatif yang kami lakukan dengan metode survei opini publik di Bulan Mei 2025 kemarin menjelang Pilkada Ulang Kota Pangkalpinang 2025, kami menemukan bahwa toleransi masyarakat terhadap money politics sudah melampaui di atas angka 50%. Angka ini terbilang cukup tinggi jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Bangka Belitung yang baru saja melaksanakan Pilkada pada tahun 2024 yang lalu.
Kondisi ini perlu ditanggapi secara serius oleh banyak pihak, mulai dari peserta pemilu, para kandidat hingga semua elemen untuk memberikan pendidikan politik kepada semua pihak pula–mulai dari level elit politik hingga ke publik. Selama hukum penawaran-permintaan ini tidak terurai maka kedepannya demokrasi ditingkat lokal semakin mahal harganya.
Jika mata rantai ini tidak bisa diputuskan, pada akhirnya kepentingan elite politik dengan masyarakat tidak bertemu pada satu titik yakni membangun kesejahteraan masyarakat masing-masing daerah untuk jangka panjang. Kepentingan elite politik dan publik hanya bertemu pada satu titik kepentingan jangka pendek yang bersifat transaksional semata. Jika sudah demikian maka relevansi tujuan utama dilakukan Pilkada hanya berujung pada kepentingan sesaat semata. Ini cukup berbahaya bagi masa depan demokrasi kita. (*)
Leave a Reply