PANGKALPINANG, LASPELA — Menjelang tahun ajaran baru, dunia pendidikan di Bangka Belitung (Babel) diwarnai polemik terkait Iuran Penyelenggaraan Pendidikan (IPP). Gubernur Babel Hidayat Arsani secara tegas melarang sekolah memungut IPP, namun DPRD Babel menegaskan bahwa Peraturan Daerah (Perda) terkait IPP masih berlaku dan harus dipatuhi.
Dalam kunjungan kerjanya di SMAN 1 Pangkalpinang pada 29 April 2025 lalu, Hidayat Arsani menyatakan bahwa sekolah tidak diperbolehkan memungut IPP dari siswa, karena hal tersebut melanggar aturan dan memberatkan ekonomi keluarga siswa yang kurang mampu.
Namun, Ketua DPRD Babel, Didit Srigusjaya, menegaskan bahwa Perda Nomor 02 Tahun 2018 tentang perubahan atas Perda Nomor 04 Tahun 2016 terkait IPP masih berlaku, sehingga sekolah tetap harus mengacu pada regulasi tersebut.
Didit, menegaskan bahwa kebijakan IPP belum memiliki landasan keputusan yang kuat. Ia meminta Dinas Pendidikan dan Inspektorat segera melakukan komunikasi langsung dengan gubernur untuk merumuskan arah kebijakan yang tegas dan terstruktur.
“Permasalahan IPP ini jujur saja masih mengambang. Apa yang disampaikan pihak eksekutif masih sebatas rancangan, belum jadi keputusan resmi. Kami minta Dinas Pendidikan dan Inspektorat berkoordinasi langsung dengan Pak Gubernur. Setelah itu, baru kita bahas di DPRD,” tegas Didit.
Ia menambahkan, Peraturan Daerah (Perda) Nomor 02 Tahun 2018 yang merupakan perubahan atas Perda Nomor 04 Tahun 2016 masih berlaku dan wajib menjadi acuan seluruh satuan pendidikan.
“Perda itu belum dicabut, artinya sekolah tetap harus berpatokan pada regulasi yang berlaku,” ujarnya.
Beban Pembiayaan Siswa Masih Berat
Didit membeberkan bahwa terdapat sekitar 53.000 siswa SMA/SMK di Babel yang pembiayaannya belum sepenuhnya terpenuhi. Saat ini, biaya operasional per siswa SMA mencapai Rp4,8 juta dan SMK sekitar Rp5 juta. Namun, dengan hanya mengandalkan dana BOS sebesar Rp1,8 juta dan APBD Rp800 ribu, masih terdapat kekurangan signifikan.
“Masih ada selisih Rp2,2 juta untuk SMA dan Rp2,4 juta untuk SMK. Pertanyaannya, sanggup tidak APBD kita menutup kekurangan ini?” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa seiring dengan rencana penerapan program wajib belajar 12 tahun, pembiayaan pendidikan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
“Kalau sudah masuk program wajib belajar 12 tahun, itu tanggung jawab penuh APBD. Kita harus siap,” kata politisi PDI Perjuangan tersebut.
Sementara itu, Ombudsman Kepulauan Babel mendukung kebijakan Gubernur untuk menghentikan IPP, namun mengingatkan bahwa pelaksanaannya harus memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat, terutama peserta didik. Ombudsman menyarankan Pemprov Babel segera membentuk tim terpadu untuk memetakan dan menyusun langkah-langkah alternatif sebagai solusi jangka pendek dampak penghentian IPP.
Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Babel, Azami Anwar, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat 315 guru dan tenaga kependidikan non-ASN yang honorariumnya bersumber dari IPP. Jika IPP dihapuskan tanpa solusi yang jelas, kemungkinan besar mereka akan dirumahkan, padahal sekolah-sekolah masih kekurangan SDM, khususnya tenaga pengajar yang memenuhi kualifikasi .
Dengan adanya perbedaan pandangan antara eksekutif dan legislatif, serta potensi dampak terhadap tenaga pendidik dan peserta didik, diperlukan koordinasi dan solusi yang komprehensif agar kebijakan penghapusan IPP dapat dilaksanakan tanpa mengganggu kualitas dan keberlangsungan pendidikan di Bangka Belitung. (*/rul)
Leave a Reply