Opini  

Relasi Kuasa Yang Tidak Seimbang

Catatan Psikologis Kasus Pencabulan di Lembaga Pendidikan

Oleh  : Tiara Erlita, M.Psi, Psikolog

 

KASUS  dugaan pelecehan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan bisa disebabkan karena relasi kuasa yang tidak berimbang: Pelaku sering kali memiliki posisi otoritas (guru, ustadz, pimpinan lembaga) yang dihormati dan ditakuti, sehingga korban merasa tidak berdaya dan sulit melawan.

 

Selain itu dalam banyak budaya, termasuk di Indonesia, isu seksualitas masih dianggap tabu, sehingga anak seringkali belum memiliki pemahaman akan batasan diri dan bagaimana mempertahankan dirinya. Dalam banyak kasus yang telah terjadi, korban seringkali bungkam karena malu, takut disalahkan, atau khawatir merusak reputasi lembaga.

Selain itu, kasus dugaan pencabulan di lembaga pendidikan bisa juga terjadi karena kurangnya sistem pelaporan dan perlindungan anak: Banyak lembaga belum memiliki sistem pengaduan yang aman dan rahasia, serta tidak dilatih untuk menangani aduan kekerasan seksual secara profesional.

Anak yang menjadi korban kekerasan seksual mengalami luka yang mendalam, tidak hanya secara fisik, tetapi juga mental dan emosional. Dampaknya antara lain: Pertama, Perasaan bersalah dan malu: Anak sering merasa bahwa dirinya lah yang salah atau kotor, terutama jika pelaku adalah sosok yang dihormati. Kedua, Trauma psikologis: Anak dapat mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder), mimpi buruk, kilas balik (flashback), dan ketakutan berlebihan. Ketiga, Gangguan kepercayaan (Trust Issue) : Anak jadi sulit mempercayai orang dewasa, guru, bahkan keluarga. Keempat, Masalah identitas dan harga diri: Terjadi krisis jati diri, rendahnya harga diri, dan dalam kasus tertentu dapat memengaruhi perkembangan orientasi seksual anak. Kelima, Masalah sosial dan akademik: Korban dapat menarik diri, mengalami penurunan prestasi akademik, hingga menunjukkan perilaku agresif atau menyimpang.

Lalu Bagaimana Cara Pemulihan Trauma Agar Mereka Bisa Kembali Pulih

Pemulihan trauma pada korban kekerasan seksual, khususnya anak, memerlukan dukungan dari banyak pihak, melibatkan proses yang berjenjang dan berkelanjutan:
* Pendampingan psikologis profesional: Terapi trauma yang berkelanjutan oleh psikolog anak atau psikiater sangat       dibutuhkan.

* Lingkungan yang aman dan suportif: Korban perlu dipindahkan ke lingkungan yang aman, terbebas dari pelaku,        dan penuh kasih sayang yang sehat. Orang tua atau wali perlu diberi edukasi tentang cara mendukung korban agar    merasa aman dan melalui situasi traumatis ini.

* Validasi dan pemulihan martabat: Korban perlu diyakinkan bahwa yang terjadi bukan salahnya. Memberi ruang          untuk bercerita tanpa tekanan adalah langkah awal penting dalam pemulihan.

* Rehabilitasi jangka panjang: Selain konseling rutin, korban memerlukan dukungan dalam pendidikan, kegiatan         sosial, dan penguatan diri melalui komunitas yang positif.

* Proses hukum yang adil: Menghadirkan keadilan melalui proses hukum tidak hanya penting bagi hukuman                 pelaku,  tapi juga bagi pemulihan korban yang menyatakan bahwa hak mereka diakui dan dilindungi. (rul)

 

 

Leave a Reply