Tiga Kasus Kekerasan Seksual Anak Bawah Umur di Basel Jadi Sorotan Akademisi : Beri Efek Jera ke Pelaku

Dosen Sosiologi Universitas Bangka Belitung (UBB), Luna Febriani

PANGKALPINANG, LASPELA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) mendata kekerasan terhadap anak disepanjang tahun 2023 sebanyak 24.158 kasus, mirisnya dari 24.158 kasus tersebut, sebessar 10.932 kasus merupakan kasus kekerasan seksual.

Lalu diikuti dengan kasus kekerasan psikis sebanyak 4.511 kasus serta kekerasan fisik terhadap anak 4.410 kasus.

Tidak dapat dipungkiri, kekerasan terhadap anak menjadi persoalan yang mengkhawatirkan sekarang ini.

Dosen Sosiologi Universitas Bangka Belitung (UBB), Luna Febriani pun menyoroti maraknya kasus kekerasan terhadap anak akhir-akhir ini di tengah-tengah kalangan masyarakat.

Ia menyebutkan, kekerasan terhadap anak bukan semata menyakiti anak secara fisik saja, namun segala bentuk perlakuan, penganiayaan yang menyakiti secara fisik, emosional, dan seksual.

“Termasuk pula di dalam kekerasan terhadap anak ini melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang dapat membahayakan kesehatan, perkembangan hingga kelangsungan hidup anak,” ungkap Luna, Selasa (11/6/2024).

Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, kasus kekerasan terhadap anak semakin kerap terjadi beberapa waktu belakang, seperti yang terjadi di Kabupaten Bangka Selatan.

“Berdasarkan informasi yang didapat dalam sepekan ini telah terjadi tiga kali kasus kekerasan terhadap anak, mayoritas kasus terjadi adalah kasus kekerasan seksual,” ucapnya.

Mengingat tingginya kasus kekerasan anak ini, sudah seharusnya dilakukan upaya pencegahan, penanganan hingga upaya-upaya yang dapat mengurangi dan memberikan efek jera bagi kasus kekerasan terhadap anak.

“Tentunya upaya-upaya ini diperlukan mengingat dampak signifikan yang dapat dilahirkan dari kekerasan terhadap anak,” ujarnya.

Adapun dampak kekerasan terhadap anak akibat kekerasan ini dapat berupa cedera fisik hingga organ reproduksi, gangguan perkembangan otak maupun syaraf yang dapat mempengaruhi terganggunya mental dan tumbuh kembang anak.

“Hingga terbentuknya kepribadian yang mengarah pada arah negatif hingga kematian,” ungkapnya.

Menurut Dosen muda ini, secara sosiologis ada banyak hal yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan terhadap anak ini. Pertama dari kondisi anak itu sendiri, kondisi anak ini berkaitan dengan fisik, mental hingga kepribadian anak.

Kondisi anak baik secara fisik, mental dan kepribadian yang tumbuh dengan baik maupun tidak atau berkebutuhan khusus masing-masing berpotensi mengalami kekerasan.

“Oleh karena itu langkah awal untuk mencegah kekerasan anak pada kondisi ini adalah dengan pemberian wawasan dan pengetahuan terkait pendidikan seksual sejak dini kepada anak,” terangnya.

Kendati demikian, persoalannya ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena masyarakat masih menganggap hal ini sebagai hal yang tabu, karena yang ada dipikiran masyarakat pendidikan seksual adalah mengajarkan hubungan seksual kepada anak.

“Padahal, pendidikan seksual sejak dini terutama di era kemajuan teknologi ini justru dapat membantu mengembangkan pemahaman yang sehat tentang tubuh mereka, tentang rasa malu dan batasan-batasan,” tuturnya.

“Sehingga jika sudah ada pemahaman yang kuat sejak dini, anak-anak dapat mengenali hingga mencegah kekerasan dapat terjadi kepada mereka,” sambungnya. (Pra)