Kejaksaan, Polri dan KPK Diminta Bersinergi Bongkar Korupsi Timah, Prof Suparji: Tidak Mungkin Saling Caplok Kewenangan

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar, Prof Suparji Ahmad

JAKARTA, LASPELA – Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar, Prof. Suparji Ahmad menyoroti kinerja penegak hukum di korps Adhyaksa yang telah menangani dan penindakkan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam kurun waktu tahun 2023 hingga 2024.

Ia menyebutkan, Kejaksaan Agung melalui Penyidik Tindak Pidana Korupsi banyak menindak perkara tindak pidana korupsi di sektor pertambangan, dengan memeriksa 200 saksi dan menetapkan 22 tersangka, baik dari kalangan pejabat PT Timah Tbk, ASN, pihak swasta maupun di kalangan selebritis tanah air.

Ia menjelaskan, ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara merupakan administrative penal law atau sanksi pidana pada hukum administrasi yang sifatnya memperkuat ketentuan-ketentuan administrasi di sektor pertambangan sehingga dapat dilaksanakan sesuai harapan.

“Dalam hukum positif penindakan terhadap administrative penal law di sektor pertambangan dilakukan oleh Penyidik Polri dan PPNS, namun adakalanya dalam praktek baik Penyidik di Kejaksaan RI, Polri maupun KPK menindak perbuatan-perbuatan melawan hukum di sektor pertambangan dengan menggunakan instrumen UU tindak pidana korupsi,” ungkap Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar, Sabtu (1/6/2024).

Ia mengatakan berdasarkan azas systematische specialiteit dan azas logische specialiteit pada kondisi tertentu perbuatan-perbuatan pidana di bidang administrasi dapat ditindak dengan tindak pidana korupsi karena alasan adanya tindakan koruptif dalam proses operasional pertambangan.

“Misalnya adanya suap menyuap, persekongkolan penyelenggara negara dan pihak swasta, dan niat jahat dalam pengurusan ijin serta perbuatan tersebut telah mengakibatkan kerugian keuangan negara yang besar, yang itu tidak mungkin ditangani dengan administrasi penal law,” terangnya.

Prof. Suparji Ahmad menegaskan bahwa penerapan tindak pidana korupsi baik oleh Penyidik Kejaksaan RI, Polri maupun KPK dapat dilakukan dan memang aparat penegak hukum tersebut berwenang untuk itu.

“Oleh karena itu, menurut hemat saya tidak mungkin masing-masing lembaga tersebut saling caplok kewenangan,” ucapnya.

Bahkan, ia mengharapkan agar penegak hukum baik Kejaksaan RI, Polri maupun KPK bisa bersinergi dan berkolaborasi untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi di sektor pertambangan.

“Karena terbukti di sektor pertambangan itulah yang banyak menimbulkan kerugian keuangan negara yang besar dan hanya menguntungkan segelintir pihak-pihak tertentu,” harapnya. (Pra)