MENDO BARAT, LASPELA — Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Labuh Air Pandan, Edi Subiantoro menyesalkan adanya jual beli lahan yang dilakukan oleh warganya baru-baru ini.
Pasalnya, masyarakat dikabarkan melepas lahan yang masih milik negara itu kepada oknum calo dari sebuah perusahaan senilai Rp20 juta per Kepala Keluarga (KK) dengan luas 1 hektar.
Parahnya lagi, transaksi jual beli lahan tersebut tanpa diketahui Pemerintah Desa dan BPD Labuh Air Pandan.
“Kami tidak tahu warganya yang mana saja. Siapa yang beli lahannya. Entah itu dari pihak perusahaan, perusahaan yang mana kami juga tidak tau. Atau ke calo juga kami tidak tahu. Karena proses jual beli lahan tanpa kami ketahui,” katanya, Selasa (27/2/2024).
Dirinya menyayangkan sikap masyarakat yang melakukan aksi jual jual beli lahan tersebut mengingat 400 hektar lahan yang diklaim milik warga itu memang merupakan lahan kosong.
“Itu lahan kosong dan masih milik negara. Jadi mereka ini yang sudah terima uang juga tidak tahu mana lahan yang mereka jual,” bebernya.
Menurutnya, sikap itu dilakukan pada saat musyawarah dusun (Musdus) yang dilakukan masyarakat dengan PT Narina Keisha Imani (NKI) mengenai Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT) yang diminta 300 warga pada Januari 2024 lalu.
Hanya saja, lanjut Edi, hasil musyawarah tersebut tidak dinaikan ke tingkat musyawarah desa.
“Memang ada beberapa kali pertemuan tapi memang tidak ada ditunjukkan peta dan lainnya. Mereka cuma pegang izin dari Pemerintah Provinsi dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Saat Musdus itu saja tidak dilakukan secara terbuka, tapi hanya dari rumah ke rumah dan tidak melibatkan Pemdes,” bebernya.
Dirinya berharap adanya bentuk program untuk mensejahterakan rakyat Desa Labuh Air Pandan, namun tidak dilakukan dengan melepaskan lahan dengan cara dijual belikan. Menurut Edi, PT SAML memiliki izin dari Pemerintah Kabupaten Bangka dan mengelola bentuk kerjasama dengan masyarakat desa.
“Kalo dengan pola kerjasama dengan plasma kan lahan itu akan tetap milik masyarakat. Tapi kalo sudah pakai cara jual beli nanti lahannya jadi milik orang lain. Kan sayang,” sesalnya.
Menurutnya, perusahaan manapun boleh untuk berinvestasi di Desa Labuh Air Pandan, tapi dengan aturan yang jelas dan sesuai prosedur investasi tanpa melepas lahan desa ke pihak perusahaan.
Terkait konflik jual beli lahan ini dirinya berharap tidak terjadi perpecahan diantara masyarakat Desa Labuh Air Pandan dan dapat diselesaikan dengan musyawarah. Edi juga sudah melayangkan surat permintaan audiensi ke PJ Bupati Bangka untuk menindaklanjuti permasalahan yang terjadi di desanya. Termasuk mengajukan LO kepada Kejari Bangka untuk mengetahui kejelasan status lahan tersebut.
“Kami sudah melayangkan Surya ke PJ Bupati Bangka untuk audiensi agar permasalahan ini tidak semakin jauh terjadi,” ucapnya.
Bahkan dengan adanya konflik pelepasan lahan antara masyarakat dengan oknum calo ini, pihak BPD sudah mendesak Kades Labuh Air Pandan, Tarmizi untuk bersikap. Namun hingga saat ini belum direspon oleh Kades.
“Tiga hari kemarin kami sudah meminta Kades sebagai pemimpin tertinggi disini untuk bersikap terkait jual beli lahan ini. Tapi belum mendapatkan respon juga. Jadi kami tidak tahu arahan dari Kades hingga saat ini,” tandasnya.
Senada, Kadus Balai Saibol mengatakan dirinya mengetahui aksi jual beli lahan tersebut dari masyarakat di dusunnya. Saibol mengaku kaget ketika mendengar pernyataan beberapa warganya yang sudah menerima ganti rugi lahan senilai Rp20 juta tanpa mengetahui keberadaan lahannya.
“Iya warga saya bilang mereka sudah terima uangnya dan malah mereka sendiri gak tau dimana lahan yang dijual belikan itu. Saya gak tahu kepada siapa mereka lepaskan lahan tersebut. Entah ada atau tidak hitam diatas putihnya dan kepada pihak siapa mereka gak kasih tau,” katanya.
Sementara itu, Direktur PT Narina Keisha Imani (NKI), Ari Setioko membantah adanya pelepasan lahan atau Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT) yang dilakukan PT NKI kepada 378 Kepala Keluarga di Desa Labuh Air Pandan.
Ari mengatakan pencairan dana kepada masyarakat di desa tersebut untuk bantuan pengelolaan lahan.
“Kata siapa itu GRTT atau pelepasan hak dari masyarakat ke NKI. PT NKI memberikan bantuan pengelolaan lahan kepada 378 KK masyarakat Desa Labuh Air Pandan sesuai komitmen NKI sejak awal,” kata Ari.
Ari mengatakan sejak 2019 lalu NKI sudah melakukan sosialisasi di Desa Labuh Air Pandan. Hanya saja, dari pihak Pemerintah Desa tidak mengakui bentuk sosialisasi yang dilakukan NKI kepada masyarakat.
“Sejak 2019 NKI itu sudah bergerak melakukan sosialisasi, tapi mereka (Pemdes) yang lama tidak mengakui bentuk sosialisasi dari kami,” katanya.
Luas lahan konsensi yang dimiliki NKI dari KLHK RI di Desa Labuh Air Pandan seluas 850 hektar. Menurut Ari setelah melakukan perubahan status kawasan hutan menjadi APL, maka pihaknya baru akan melakukan tahapan selanjutnya sesuai aturan dari Pemerintah setempat dengan melibatkan masyarakat untuk pengelolaan lahan. (*/mah)