PANGKALPINANG, LASPELA – Ketua Tim seleksi (Timsel) calon pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) tahun 2023, Wahyu Nugraha, menegaskan, pihaknya telah bekerja melakukan seleksi terhadap anggota paskibraka sesuai petunjuk teknis (juknis) yang ditetapkan.
“Untuk Bunga maupun Sevfira mereka tidak salah mereka hanya korban. Siapapun yang berangkat nanti kami setuju dan mendukung. Kami hanya ingin kedepan siapapun yang berangkat nanti dapat membanggakan Provinsi Kepulauan Babel dan adik-adik kami berhasil di tingkat nasional,” ujar Wahyu, saat pertemuan membahas polemik ini, tadi malam.
“Ini ada aturannya ada juknisnya, maka kita jelaskan secara juknis saja, maka tadi saya sampaikan di forum jika kita harus mengikuti juknis maka kita harus sesuai juknis, tapi jika tidak ya sudah meski ada resiko yang harus kita ambil,” katanya.
Dikatakan Wahyu, BPIP RI sudah jelas mengeluarkan aturan bagaimana cara menyeleksi calon paskibraka dan ada apa saja yang diseleksi termasuk tinggi badan mereka sudah membuat patokan dan berat badan idealnya.
Menurutnya, Timsel sudah bekerja dengan maksimal sesuai aturan dan juknis yang ada seperti PBB ada beberapa item yang harus dipenuhi seperti langkah tegap atau lancang depan dan lain sebagainya Timsel harus mengacu pada buku panduannya, bukan berdasarkan pengalaman atau suka-suka.
Wahyu yang merupakan salah satu anggota Polri ini juga menyebutkan, BPIP RI tidak memiliki kewenangan dalam menentukan hasil seleksi calon paskibraka nasional tahun 2023, karena hasil akhir ditentukan oleh Timsel dan Pansel daerah masing-masing.
“Namun kami sangat menyayangkan Kesbangpol Babel tidak membaca aturan itu seutuhnya, padahal seharusnya aturan atau Undang-undang tidak bisa di baca hanya atasnya saja tapi harus sampai ke lampirannya,” ucapnya.
“Kalau di juknis yang kami baca BPIP sifatnya hanya berkoordinasi melakukan pengawasan dalam arti apabila kami (timsel-red) melakukan kegiatan diluar juknis yang ditentukan, maka mereka bisa melakukan peneguran kepada kami. Kemudian penentuan hasilnya ada di timsel yang kemudian diserahkan ke ketua panitia seleksi yakni Sekretaris daerah (Sekda), baik kabupaten, kota maupun provinsi,” jelasnya.
Wahyu mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa menyebutkan terlepas ada atau tidak adanya indikasi kecurangan tersebut.
“Kecurangan itu kita tidak bisa sampaikan dan kita tidak bisa buktikan, cuma sekali lagi kami sampaikan kalau pihak Kesbangpol membaca aturan itu tidak seutuhnya,” terangnya.
Wahyu menuturkan apapun hasil akhirnya akan diterima oleh Timsel, karena terlepas ada tidaknya nota keberatan akan tetapi sebagai timsel pihaknya akan menerima apapun keputusan apabila keputusan itu dilaksanakan sesuai dengan juknis yang ada.
“Karena kami bekerja atas perintah bukan atas keinginan saya sebagai anggota Polri atau Pak Nanto dari TNI ini, kami diperintah oleh atasan kami masing-masing jadi ketika kami diperintahkan kami laksanakan sesuai aturan dan juknisnya sehingga apapun keputusannya kami harap sesuai juknisnya juga,” tegasnya.
Untuk penilaian semua dilaksanakan. Namun, didalam juknis tersebut tidak ada kumulatif persenan.
“Bahkan kita sendiri tidak tahu untuk pembobotan skor nya, sebagai contoh ada test penerimaan polisi misalnya Pesi itu berapa persen, pengetahuan umumnya berapa persen seharusnya ada. Tapi di juknis tidak ada kami sudah baca itu, bagaimana nilainya pembuatan tersebut kami tidak tahu, bagi kami dari tim PBB sudah melakukan penilaian dan dimasukkan kedalam aplikasi, jadi dari mana penilaian tersebut misal anak ini mendapat poin 90 persen dan kami tidak pernah disampaikan, BPIP pun tidak pernah menyampaikan kepada kami, dan kami juga sudah menanyakan apakah ada persenan atau tidak tapi kenyataan tidak ada,” terangnya.
Wahyu menegaskan bahwa pihaknya tidak ikut dalam polemik ini, kejanggalan apa yang terjadi pihaknya tidak ikut campur. “Kami hanya menjalankan tugas, untuk hasilnya jika memang mau ngikutin dari Timsel silahkan,” sebutnya.(chu)