WAKTU sore pada hari kerja adalah waktu ASN pulang kantor. Jalanan Kota Pangkalpinang sangat ramai dan terjadi kemacetan di berbagai titik, apalagi dari jalan Semabung sampai ke lampu lalu lintas perempatan pasar Pangkalpinang.
Untuk mengindari kemacetan di jalan Semabung tersebut, saya biasanya mengambil jalan pintas lewat jalan Jembatan EMAS, Kampung Selindung.
Jembatan ini mulai dibangun pada tahun 2009 oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang diprakarsai Alm Ir Eko Maulana Ali Msc, Gubernur Kepulauan Bangka Belitung saat itu. Biaya pembangunan mencapai lebih dari 420 miliar rupiah.
Jembatan tersebut dikenal sebagai ikon Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Panjangnya 785 meter dan lebar 23 meter. Sistemnya
bascule (bisa diangkat atau jungkit), menggunakan mesin hidrolik untuk mengungkitnya menjadi kemiringan tertentu saat ada kapal besar yang melintas di bawah jembatan. Tak jauh dari jembatan ini memang ada pelabuhan, yang membuat banyak kapal keluar dan masuk perairan Sungai Baturusa.
Menariknya, jembatan ini merupakan satu-satunya jembatan di Indonesia yang menggunakan teknologi bascule tersebut. Proses pengerjaannya memakai jasa konsultan dari Inggris. Sistem bascule berbeda dengan Jembatan Ampera di Palembang yang menggunakan teknologi gerak elevasi, yang sayangnya, sekarang tidak dapat difungsikan lagi.
Masyarakat yang sedang melintas jembatan EMAS ini, langsung dapat menyaksikan proses buka-tutup jembatan apabila sedang dioperasikan. Bila sedang berada di jembatan tersebut siang hari, kita dapat melihat pemandangan Sungai Batu Rusa dan muara Pantai Kuala yang indah, dan dapat pula melihat kawasan industri yang tidak jauh dari jembatan tersebut.
Pemberian nama Jembatan EMAS bukan karena jembatan ini terbuat dari emas, melainkan untuk mengenang sosok Gubernur Kepulauan Bangka Belitung ke-2, Eko Maulana Ali Soeroso (disingkat EMAS) yang menjadi Gubernur Bangka Belitung pada periode 2007-2012 dan dilanjutkan pada periode 2012-2017 (namun hanya sampai tahun 2013, karena pada 30 Juli 2013 beliau meninggal dunia. Lahu Al fatihah).
Dibangunnya Jembatan Emas ini, menjadikan kita memiliki alternatif jalan penghubung antara Kota Pangkalpinang dengan Kabupaten Bangka, yaitu melalui ruas Jalan Ketapang-Jalan Lintas Timur Air Anyir, sehingga kepadatan lalu lintas ruas jalan nasional Pangkapinang-Sungailiat dapat diurai dengan keberadaan Jembatan ini.
Selain itu, Jembatan Emas juga membuka akses ekonomi perdagangan dan pariwisata daerah di Pangkal Pinang dan Kabupaten Bangka, oleh karena wisatawan yang melintasi jembatan ini bisa langsung menikmati keindahan Pantai Air Anyir, Pantai Temberan, Pantai Takari, Pantai Mang Kalok, PLTU Air Anyir serta RSUD Soekarno yang terdapat di sepanjang jalan lintas timur.
Ingat Jembatan EMAS ingat pula dengan cerita Pak Eko Maulana Ali tentang jembatan yang ada di Saint Petersburg. Saint Petersburg merupakan salah satu kota bersejarah yang ada di Rusia. Kota ini sering disebut-sebut oleh Alm Eko Maulana Ali waktu Alm masih hidup, karena beliau termasuk orang yang memang sudah banyak melihat dan melanglang buana ke luar negeri.
Alm sering bercerita bahwa di luar sana terdapat jembatan-jembatan yang menarik dan indah bila malam hari. Dari sinilah tampaknya Pak Eko mendapat inspirasi sehingga punya keinginan yang kuat untuk membangun jembatan EMAS yang bisa buka tutup di Kepulauan Bangka Belitung.
Kembali ke Jembatan EMAS, saat kita keluar dari kantor Pemprov Kepulauan Bangka Belitung atau dari Kota Pangkalpinang yang merupakan pusat keramaian, dapatlah kita bayangkan seolah kita sedang keluar dari alam dunia menuju alam akhirat. Pada waktu melintasi jembatan EMAS , kita ibaratkan sedang melintasi jembatan Shirotol Mustaqim untuk lolos menuju Surga Allah.
Menariknya, setelah kita sampai di ujung jembatan EMAS langsung disambut oleh masjid minimalis bernama Ayub Saman yang dibangun oleh Pak Iskandar, Ketua DPRD Kabupaten Bangka. Karena masjid adalah rumah Allah, maka bolehlah kita umpamakan sebagai surganya Allah tempat tujuan setelah manusia lolos dari titian jembatan Shirotol Mustaqim.
Masjid yang terletak di ujung kampung Aik Anyer ini, sekarang sering disinggahi oleh para pengguna jalan untuk shalat dan transit dari Pangkalpinang ke Sungailiat.
Dari imajinasi tersebut, teringatlah kita bahwa soal Jembatan ini tidak hanya soal pelintasan manusia saat berada di dunia saja, tetapi di akhirat pun kita akan berhubungan dengan jembatan yang disediakan oleh Allah berupa
titian yang akan dilalui oleh setiap manusia.
Dalam keterangan dari hadis Nabi, bentuk bangunan Jembatan Shirotol Mustaqim ini tidak buka tutup dan tidak lebar. Lebar lintasannya lebih halus dari rambut dan lebih tajam dari pedang.
Jembatan Shirotol Mustaqim juga diartikan dengan jalan yang lurus atau jalan yang benar, jalan keselamatan bagi setiap manusia. Bagi para pemimpin negeri yang ingin sukses dunia dan akherat, mereka harus melewati jalan ini kalau ingin menjadi pemimpin yang baik.
Di dalamnya ada jalan keadilan, jalan kesejahteraan, jalan kejujuran, dan jalan kebaikan.
Mereka yang telah melewati jalan ini insyaallah akan dimudahkan dalam melelewati titian Jembatan Shirotol Mustaqim. Akan tetapi jika kita sama sekali tidak pernah melewati jalan tersebut semasa hidup, mungkin di antara kita akan banyak berjatuhan pada waktu melintasi Jembatan Shirotol Mustaqim yang di bawahnya berisi Api Neraka. Na’udzubillahi mindzalik.
Pelajaran lain yang bisa kita dapatkan dari sebuah jembatan ini antara lain: Karena ia berfungsi sebagi penghubung, tentunya dapat mempermudah pekerjaan dan mempercepat mobilitas manusia, sehingga kita mudah berpijak dari tempat asal ke tempat yang dituju.
Dalam kesehariannya, jembatan rela menahan beban berat tatkala ada kendaraan besar penuh beban yang melintasinya. Namun jembatan tak pernah menggerutu, marah apalagi menolaknya. Jembatan tetap berdiri kokoh asalkan ia masih mampu menahan beban yang ada.
Menarik hikmahnya, marilah kita berlomba-lomba untuk menjadi jembatan ke-Emasan. Besar, kecil tak masalah. Yang penting bisa menjadi penghubung antara gelap dan terang. Antara generasi saat ini dan masa depan. Kita pelihara harapan sekecil apa pun yang akan digapai, tapi tentunya harus melintasi dulu jembatan penghubung sebagai wasilah menuju harapan yang diimpikan. (*)