PANGKALPINANG, LASPELA – Akibat ulah sejumlah Debt Colector yang mengamankan kendaraan konsumen secara sewenang-wenang, PT. Bussan Auto Finance (BAF) dan mitranya PT Adipati Bangka Perkasa dipanggil oleh Kantor Kementrian Hukum dan HAM Provinsi Bangka Belitung, Selasa (28/12/2021)
Pemanggilan tersebut buntut dari laporan keluarga korban yang tidak senang atas ulah sejumlah Debt Colecctor yang diduga tidak memiliki sertifikat profesi dalam menjalankan tugasnya menarik kendaraan yang mereka anggap wan prestasi (gagal bayar) tersebut
Peristiwa berawal saat motor Yamaha Mio yang di beli secara kredit oleh Aminah melalui leasing BAF sejak Februari 2018 lalu. Pembayaran kredit motor tersebut setiap bulannya dilakukan oleh Ponimin suami dari Aminah sebagai Debitur yang menjamin pelunasan kredit hingga tempo waktu selama 30 bulan.
Namun Aminah yang secara sah atas kepemilikan kendaraan bermotor sesuai BPKB yang akan diterbitkan meninggal dunia pada tanggal 25 Agustus 2020. Hal ini kemudian dilaporkan oleh anak kandung Aminah, Samsumin kepada PT BAF secara lisan untuk meminta penjelasan status sisa kredit. Akan tetapi PT BAF tidak serta merta menyatakan kredit tersebut lunas karena masih menjadi tanggungan Debitur atas nama Ponimin yang masih hidup sehingga masih bisa dimaklumi oleh keluarga Aminah.
Sayangnya, selang 40 hari kepergian Aminah, Debitur atas nama Ponimin juga meninggal dunia pada tanggal 16 Oktober 2020, Ahli warispun melaporkan kembali ke PT BAF serta meminta keterangan status kredit kepada PT BAF melalui pegawainya yang datang untuk melakukan penagihan ke rumah.
Hingga pada 25 Juli 2021 datanglah Debt collector Bernama NIZARUDIN dari PT Adipati Bangka Perkasa sebagai mitra PT BAF untuk meminta penjelasan terkait macetnya sisa pembayaran kredit yang menurut mereka masih tersisa 4 bulan.
Setelah mendapat penjelasan dari keluarga almarhum, Nizarudin pun menyarankan untuk menyelesaikan persoalan tersebut di kantor PT. Adipati Bangka Perkasa pada hari Senin 26 Juli 2021. Pada hari tersebut pun keluarga Almarhum menemui Koordinator Debt collector Bernama Junaidi dan meminta penjelasan untuk penyelesaian kredit tersebut.
Junaidi menjelaskan bahwa sisa kredit di PT BAF tetap harus dilunasi karena PT BAF menolak kredit tersebut lunas secara otomatis meskipun debitur telah meninggal dunia dengan alasan menjadi tanggungan ahli waris.
Atas dasar tersebut keluarga almarhum meminta Junaidi untuk menghitung sisa kredit dan denda yang harus dilunasi, hingga pada 29 Juli 2021 Junaidi mengirim scrennshot dan pesan rincian biaya yang harus dilunasi melalui pesan Whats’app.
Pada 2 Agustus 2021 Junaidi kembali mengirim scrennshot dan mengatakan bahwa tagihan kredit yang harus dilunasi sebanyak 4 bulan berikut denda, karena menurut pengakuan ahli waris bahwa sisa kredit masih 3 bulan maka pihak keluarga Almarhum meminta Junaidi untuk mengirim screenshot kartu piutang konsumen yang tersisa 4 bulan untuk memastikan jumlah tagihan guna melunasinya.
Karena screenshot yang dikirim tidak terbaca sama sekali maka Junaidi diminta mengirim secara resmi print tagihan tersisa 4 bulan dilampirkan dengan fotocopy sertifikat fidusia agar dapat segera dilunasi oleh ahli waris. Permintaan tersebut disetujui Junaidi, namun hingga berjalan waktu belum ada kabar sama sekali dari Junaidi terkait kapan akan mengambil atau mengantarkan print yang diminta tersebut.
Hingga pada Kamis, 7 Oktober 2020 lalu PT Adipati mengirim 2 orang Debt collector yang tidak diketahui namanya. Kedua Debt collector ini melihat motor Mio yang mereka cari terparkir di rumah rekan korban di daerah Koba Bangka Tengah.
Salah satu dari Debt collector menanyakan nama Ponimin (Debitur) kepada para remaja yang sedang nongkrong tersebut, namun dijawab tidak kenal, Debt collector pun menanyakan siapa yang mengendarai motor Mio yang mereka maksud dan dijawab oleh korban bernama Zairofi Zulfikar bahwa dialah yang membawanya.
Tanpa alasan yang jelas, kedua Debt collector ini pun meminta secara paksa Zairofi untuk mengikut mereka ke kantor PT Adipati Bangka Perkasa yang berada di Koba. Setelah sampai di kantor PT Adipati ini, Zairofi bertemu John yang diduga sebagai Koordinator Debt collector di kantor tersebut, John pun mengelabui Zairofi untuk menandatangani surat berita acara serah terima kendaraan dan menyuruh Zairofi pulang meninggalkan kendaraan bermotor yang ia bawa dan agar menjelaskan kepada orang tuanya.
Orang tua Zairofi mendapat kabar ini langsung mendatangi kantor PT Adipati Bangka Perkasa yang berada di Koba tempat mereka mengambil motor untuk meminta penjelasan, namun orang tua Zairofi hanya diberi surat berita acara penyerahan kendaraan yang sudah ditanda tangani oleh Zairofi berikut print cicilan 4 bulan yang hanya berupa foto scrennshot bukan print asli.
Persoalan ini dibawa ke Polsek Koba untuk melaporkan pemaksaan penarikan kendaraan secara paksa dan tidak sesuai prosedur tersebut pada kamis malam sekitar pukul 22.00 wib.
Mendengar penjelasan dari keluarga korban, Kanit Reskrim Polsek Koba, pada malam itu mempertanyakan prosedur penarikan kendaraan bermotor tersebut kepada John melalui sambungan telpon seluler dan meminta John untuk datang ke Polsek berikut membawa motor yang di maksud guna proses mediasi persoalan ini. Namun John tidak mau datang dengan alasan perintah atasan untuk tidak datang dan akan datang pada esok harinya bersama pengacara PT Adipati Bangka Perkasa untuk mengklarifikasi persoalan ini.
Hingga Jum’at 8 Oktober 2021 sekitar pukul 13.00 wib pengacara PT Adipati Bangka Perkasa bernama FITRIADI, SH, MH datang ke Polsek Koba guna menjelaskan penarikan motor oleh Debt Collector PT Adipati Bangka Perkasa tersebut.
Disaksikan Kanit Reskrim Polsek Koba sebagai Mediator, PT Adipati melalui Pengacaranya itu baru menyerahkan fotocopy sertifikat Fidusia dan print sisa kredit berikut total biaya yang harus dilunasi kepada keluarga almarhum setelah diminta.
Atas Tindakan tidak menyenangkan dari PT Adipati Bangka Perkasa ini, Keluarga Korban, Yudi berdasarkan surat kuasa yang diberikan ahli waris melaporkan PT Adipati dan PT. BAF ke Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kepulauan Bangka Belitung untuk menyelesaikan persoalan ini secara adil berdasarkan peraturan yang berlaku.
Kemenkum HAM Babel Sebut PT. BAF Melanggar Keputusan MK dan UU Fidusia
Kabid HAM Kanwil Kemenkum HAM Bangka Belitung, Suherman usai melakukan sidang mediasi antara pelapor, pihak BAF dan Adipati kepada wartawan, Selasa (28/2/2021) mengatakan, melihat persoalan penarikan motor yang dilakukan oleh PT. Adipati ini sebenarnya ada miss communication antara kedua belah pihak.
Namun penarikan paksa yang dilakukan oleh pihak BAF melalui Debt Collector dari PT. Adipati sebagai mitra kerja sebenarnya melanggar putusan Mahkamah Konstitusi dan Undang Undang Fidusia.
“UU Fidusia sudah dilanggar oleh mereka sebenarnya, karena untuk ekesekusi itu
sudah dicabut dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi, jadi ketika Debitur cidera janji maka Kreditur berhak mengambil secara kuasa sendiri, namun kuasa itu tidak bisa dilakukan kreditor karena ada perlawanan dari para pihak sehingga muncul putusan MK,” ujar Suherman.
Sementara kata Herman untuk Debt Colector yang melakukan penarikan kendaraan sebenarnya juga tidak disebutkan dalam Undang-undang, karena yang bisa menarik itu adalah Pengadilan yang disebut Sita Eksekutorial.
Mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 proses eksekusi atau penarikan kendaraan oleh Debt Collector harus melengkapi sertifikat fidusia, surat kuasa atau surat tugas penarikan, kartu sertifikasi sebagai Debt Collector dan kartu identitas.
Debt Collector yang melakukan pengamanan terhadap kendaraan milik Aminah tersebut tidak satupun memenuhi ketentuan putusan MK ini sehingga bisa dianggap Tindakan yang dilakukan tersebut cacat hukum atau tidak sah.
Sementara itu pengacara dari PT. Adipati Bangka perkasa, Eko Setiawan mengungkapkan bahwa adanya miskomunikasi antara kuasa kelurga dan pihak BAF, belum ada surat peralihan dari pemilik unit ke kuasa keluarga.
“Ini hanya miskomunikasi saja, kami dari PT. Adipati mendapatkan kuasa dari BAF untuk melakukan pengamanan aset atau objek tersebut,” tegasnya
Selanjutnya Eko menegaskan tidak ada tindakan preman karena apa yang terjadi dilapangan itu karena menjalakan tugas yang telah dikuasakan kepada PT Adipati Bangka Perkasa sebagai mitra atau pihak ketiga.
“Sesuai anjuran dari pihak Kemenkumham tadi, kami diminta membuat surat tertulis dari pihak PT BAF akan melakukan proses itu, tapi masih menunggu keputusan dari BAF pusat,” ujarnya (*)