Oleh: Agus Ismunarno
JAKARTA, LASPELA – Bangsa Indonesia harus kembali ke semangat juang jika menginginkan menjadi pemenang dalam persaingan global yang senyatanya sudah di depan mata. Kekalahan Bangsa Indonesia dalam globalisasi ini karena tidak memilik daya juang dan ini menjadi faktor penentu sekalipun Indonesia memiliki segala-galanya.
Oleh karena itu, Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD) diminta untuk menyampaikan kepada pemerintah agar membangun kembali semangat juang ini. Demikian ditegaskan oleh sesepuh PPAD, Letjen TNI (Pur) Sayidiman Suryohadiprodjo dalam forum
“Kajian Strategis Konflik China – AS dan Dampaknya Terhadap Indonesia” yang diselenggarakan oleh PPAD, Jakarta, Senin (2/4/2018).
Hadir sebagai pembicara utama adalah AM Putut Prabantoro (Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada – Semangat Satu Bangsa) dan Mayjen TNI (Pur) Zacky Anwar Makarim (Mantan Kepala Badan Intelijen ABRI).
Nampak hadir dalam diskusi itu antara lain, Jenderal TNI (Pur) Widjojo Soejono, Jenderal TNI (Pur) Agustadi Sasongko Purnomo, Mayjen TNI (pur) YB Wirawan, August Parengkuan (Mantan Dubes Indonesia untuk Italia), Rene Pattirajawane (Ketua Yayasan Pusat Studi China), Ponco Sutowo, DR Rosita Noor dari Lemhannas RI, Letjen TNI (Pur) Suryo Prabowo, Laksda TNI (Pur) Robert Mangindaan dan Aspam KSAD Nur Rahmad.
Menurut Sayidiman, untuk mengetahui sepak terjang China sekarang ini, Indonesia harus mengenal pribadi Xin Jin Ping yang ingin membangun kejayaan China. Dengan latar belakang sebagai pejuang dari bawah, yang penting bagi Xin Jin Ping adalah China dan Partai Komunis hanyalah alat untuk mencapainya.
Oleh karena itu, untuk berhadapan dengan negara hegemoni seperti China dan Amerika, bangsa Indonesia harus memiliki semangat juang dan menghancurkan kelemahan mentalnya seperti korupsi yang sekarang terjadi di mana-mana. Semangat juang di bidang apapun itu harus berujung pada ketahanan nasional.
“Ketahanan nasional berintikan pada kekuatan nasional yang berisikan keuletan dan ketangguhan yang mampu mengatasi serta menghadapi ancaman, gangguan, tantangan serta hambatan baik dari luar ataupun dalam negeri, baik secara langsung ataupun tidak langsung, yang dapa membahayakan keberlangsungan negara. Oleh karena itu, kita harus melakukan semuanya dengan sebaik-baiknya. Selain itu, kita tidak bisa menggunakan kekuatan atau kekerasan dalam berhadapan dengan China. Sun Tzu mengajarkan kemenangan yang dicapai dengan kekerasan adalah suatu kebodohan,” tegas Sayidiman.
Masifnya Penyelundupan Narkoba
Baik AM Putut Prabantoro dan Zacky Makarim sama-sama menyoroti masalah masifnya penyelundupan narkoba ke Indonesia. China mengijinkan produksi narkoba namun tidak dapat diperjualbelikan di negaranya sendiri dan Indonesia merupakan pasar utama bagi narkoba dari China yang 80% diselundupkan melalui jalur laut.
Dengan pengguna pada tahun 2017 sebanyak 6,4 juta orang, 27 % di antaranya adalah pelajar dan mahasiswa (bandingkan pengguna narkoba pada 2015 sebanyak 5,9 juta. Dalam kondisi ini, pemerintah harus menyalakan lampu darurat karena masa depan Indonesia sangat mengkhawatirkan.
Diurai oleh Putut Prabantoro, Indonesia juga menghadapi masalah yang serius karena 118 UU yang berlaku di Indonesia tidak pro rakyat, pro asing atau menguntungkan segelintir orang. Untuk mempercepat proses sebelum berujung pada amandemen UUD NRI 1945, Putut Prabantoro mengusulkan, agar para tokoh Indonesia untuk menggugat melalui Mahkamah Konstitusi.
Robert Mangindaan menegaskan bahwa sekalipun China dan Amerika Serikat (AS) berseteru, Amerika Serikat tetap akan menjadi super power dunia. Amerika Serikat memiliki dana sebanyak US$ 30 miliar sebagai dana kontigensi, dana untuk digunakan oleh Amerika untuk menghadapi bangsa atau negara yang tidak disukainya. Selain itu, dengan menaikkan kembali slogan “America First”, Amerika akan berhadapan dengan China secara sesungguhnya.
Selain itu, Robert Mangindaan meminta pemerintah untuk mewaspadai gerak China yang memiliki mental ekspansi. Dikatakan, China sekarang melakukan ekspansi ke Indonesia melalui extended quasi territory (EQT) dengan melakukan investasi di bidang perumahan seperti di Sumatera Utara, Kalimantan Utara, dan juga beberapa daerah di wilayah Jabodetabek.
Itu artinya, China merebut suatu wilayah di Indonesia dengan perlahan dan atas nama ekonomi melalui mitra bisnisnya di Indonesia. Selain itu, China melakukan sharp power dengan menguasai mantan-mantan pejabat pemerintah serta milier, menguasai kalangan birokrat dan menguasai jajaran akademisi. China melakukan proksi di berbagai bidang.
Bagi Rosita Noor, ada perbedaan budaya perang antara China dan Amerika. China tidak pernah menggunakan kekuatan militer dalam menguasai bangsa lain. Kekuatan ekonomi yang dimiliki oleh China akan digunakan sebagai alat perang.
Selain itu, Rosita Noor menyayangkan pemerintah yang tidak memperhatikan dua pulau Indonesia yakni Pulau We, Aceh dan Kepulauan Morotai, Maluku Utara yang seharusnya dijadikan sebagai tempat strategis dalam menghadapi perubahan besar di Asia Pasific.
Editor: agus ismunarno