Oleh: Agus Ismunarno
Kala makan lauk ikan pedak
Jangan jaim memakai batik
Walau sedekah hanya nasi kotak
Ajang silaturrahim nambah seperadik
(Pantun Atok Kulop)
MEDIATOR, Moderator dan Fasilitator bukanlah tugas dan pekerjaan yang gampang dan enteng. Apalagi mediator, moderator dan fasilitator kasih.
Itulah kesulitan yang diseberangi oleh Gerakan Jumat Sedekah yang diprakarsai oleh sahabat saya Ahmadi Sofyan, penulis, kolumnis dan aktivis berbagai gerakan yang lintas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).
Bagi saya Ahmadi Sofyan adalah figur pribadi prototipe Kepulauan Bangka Belitung yang To Ngin Fa Ngin Jit Jong.
Ahmadi Sofyan yang Melayu bisa menerima dan diterima warga Tionghoa, Batak, Bugis dan lain-lain juga saya yang berdarah Jawa. Penerimaan itu sangat terasa natural.
Itulah kenapa saya menetap di Bangka, Babel sesudah atau melebihi kota kelahiran saya Yogyakarta.
Karakternya yang ceplas ceplos dan blak-blakan untuk sebuah kebaikan merupakan ciri khasnya. Ia bahkan “melebihi karakter wartawan” ketika menggali dan mengejar persoalan lengkap dengan “teaser” pantunnya (beliau hebat dalam berpantun bersama Pak Cik Kario) maupun terminologi khusus yang ia ciptakan ketika menuangkannya menjadi tulisan.
Ahmadi Sofyan juga kita kenal sebagai penulis biografi yang detil, teliti dan mengambil angle berbagai dimensi sehingga unsur people tokohnya tampil dengan sangat baik.
Maka, biasanya dengan sangat bahagia saya memenuhi permintaan saudara saya Ahmadi Sofyan untuk menulis secuil komentar tentang tokoh yang sedang beliau tulis seperti Buku Brigjen Rum Murkal, Johan Murod, Zulkarnain Karim.
Manakala di Grup-grup WA yang kita ikuti bersama melaporkan bahwa Gerakan Jumar Sedekah (GJS) bersama UMAH UBI ATOK KULOP memasuki Pekan ke-25 saya bersyukur dan di dalam hati berbisik, “Memang sudah layak dan sepantasnya memasuki pekan Peraknya, Pekan Emasnya dan selanjutnya Berlian dan Platinum.”
Membagikan 500 Nasi Kotak dari uluran kasih para dermawan kepada Saudara-saudari kita yang perlu uluran kasih setiap sebelum Sholat Jumat merupakan ritme luhur dan mulia serta menjadi wujud nyata sebelum kita berdoa.
Tiada yang tidak mungkin untuk pekerjaan kasih terhadap sesama. Dalam sebuah manajemen yang mendapat trust dari para dermawannya serta sukarelawannya yang juga lintas SARA niscaya pekerjaan mulia ini selalu mendapat Ridhonya.
Wajah-wajah bahagia dan sumringah setiap hari Jumat itu adalah berbanding lurus dengan senyum bahagia keiklasan para dermawannya.
Saya begitu yakin kebahagiaan yang menerimanya dan senyum keihlasan pendermanya adalah kebahagiaan dan senyum Tuhan sendiri di Surga. Semoga!