JAKARTA, LASPELA—Payung hukum pemberatan hukuman bagi pelaku pencabulan anak dan perempuan disahkan presiden Joko Widodo, Rabu (25/5) lalu. Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tersebut, sontak menuai kontroversi. Ada yang gencar menolak, namun ada yang mengapresiasi.
Di tengah pro kontra penerbitan Perppu tersebut, Jaksa Agung, HM Prasetyo menuturkan menyambut baik. Bahkan dia mengatakan, pihaknya siap untuk menerapkan hukuman kebiri tersebut.
“Tentunya sebagai kewajiban aparat penegak hukum, bukan hanya kejaksaan, tapi juga Polri dan pengadilan, tentunya wajib menerapkan itu ketika menghadapi penanganan perkara kekerasan seksual terhadap anak,” ujar Prasetyo di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (27/5/2016).
Perppu tersebut telah dikirim ke DPR untuk kemudian disahkan. Prasetyo mengatakan, mulai dari saat ini, eksekutor menyiapkan para dokter yang ahli untuk melakukan suntik kimiawi tersebut. “Kami sudah mulai mempersiapkan diri untuk menerapkan undang-undang itu ketika menghadapi kasus,” kata dia.
“Kami arahkan untuk menerapkan Perppu itu. Memang ada pro kontra, itu hal biasa lah,” kata Prasetyo lagi. Perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara.
Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik. (Kompas/Stf)