Celoteh Wisata Rp 14 Triliun

 

PROVINSI Kepulau­an Bangka Belitung selama satu dekade terakhir leb­ih dikenal sebagai daerah penghasil timah nomer satu di Indonesia, bahkan akti­vitas penambangan timah di Pulau Bangka sudah ter­kenal di seluruh dunia. Na­mun seiring dengan waktu, disadari bahwa timah tidak bisa dijadikan sandaran ekonomi secara terus me­nerus, karena suatu ketika timah pasti akan habis.

Sebagai daerah kepu­lauan, Bangka dan Belitung memiliki banyak pantai dan formasi batu yang in­dah dan jarak tempuh den­gan pesawat yang hanya lima puluh lima menit dari Jakarta maka Bangka dan Belitung sangat ideal untuk dikembangkan pariwisata.

Sejak dicanangkannya program Visit Babel Ar­chipelago 2010 yang lalu oleh almarhum Bapak Eko Maulana Ali Gubernur Ba­bel pada saat itu , Provinsi Babel mulai berbenah se­bagai daerah tujuan wisata nasional yang baru. Ho­tel-hotel mulai banyak dibangun di Bangka dan Belitung, bahkan beberapa network chain hotel pun melirik Babel seperti Aston Soll Marina, Santika, dan Novotel.

Berdasarkan release data dari BPS tentang Ner­aca Pariwisata (Nespada) Daerah Provinsi Bangka Belitung tahun 2011 (note: data ini di sampaikan oleh BPS untuk per lima tahun sekali) terdata bahwa pari­wisata sudah menyumbang sebesar 4,8% kepada PDB Provinsi Kep Babel.

Di antara provinsi lainnya di pu­lau Sumatera, Provinsi Kepulauan Babel menduduki urutan terting­gi dalam hal besaran sumbangan pariwisata kepada PDB nya. Ang­ka ini pun diperkirakan akan terus meningkat prosentasenya di tahun 2016 karena melihat geliat pariwisa­ta yang sangat luar biasa dari pulau Belitung dan ekspor timah yang cenderung menurun.

Berdasarkan data Nespada tersebut, setiap wisatawan Do­mestik yang melakukan perjala­nan wisata rata-rata akan mengh­abiskan sekitar Rp 250.362,- per orang, dan wisatawan mancaneg­ara yang datang berkunjung di Ba­bel akan menghabiskan sekitar Rp 6.989.918,- per orang. Sementara itu Pemprov Kep Babel total penge­luarannya dibidang pengembangan pariwisata pada tahun 2011 adalah Rp 42.694.750.000,-.

Kemudian pada periode yang sama, data Nespada menyatakan total wisatawan Domestik ke Ba­bel adalah sebesar 2.320.076 orang dan Wisatawan Mancanegara yang datang berkunjung ke Babel ada­lah 7.603 orang. Oleh karena itu, jika total pengeluaran Pemprov Babel tersebut dibagikan dengan total wisatawan Domestik dan Man­canegara, maka biaya pengeluaran Pemprov Babel dalam mendatang­kan wisatawan tersebut hanya Rp. 18.342,- perorang.

Sangat murah bukan? Apa lagi jika kita bandingkan dengan besaran uang yang mereka belanjakan sela­ma berwisata di Babel. Dari tampi­lan angka-angka tersebut, dapat kita simpulkan bahwa pengelolaan pari­wisata di Babel adalah menguntung­kan secara ekonomi.

Sementara itu Kementerian Pariwisata Republik Indonesia tel­ah menargetkan jumlah wisatawan Mancanegara yang datang ke In­donesia pada akhir tahun 2019 se­banyak 20 juta orang. Diharapkan Provinsi Babel bisa menarik 5% dari 20 juta wisatawan tersebut berkun­jung ke Babel, maka di proyeksi ada sekitar 1 juta wisatawan mancaneg­ara yang akan datang berwisata.

Menurut data Nespada wisa­tawan mancanegara menghabiskan dana sebesar Rp 6.989.918,- per orang, maka 1 juta orang wisatawan mancanegara tersebut akan menam­bah uang beredar di Provinsi Kepu­lauan Babel sebesar hampir Rp 7 Triliun.

Jika kita menggunakan bocoran data BPS secara umum di nasional saat ini, wisatawan mancanega­ra yang berlibur di Indonesia akan menghabiskan paling sedikit USD 1.000,- atau sekitar Rp 14 juta per orang. Maka 1 juta wisatawan man­canegara yang berkunjung ke Babel proyeksi optimisnya ada sekitar Rp 14 triliun uang beredar dari mereka.

Saat ini harga timah dunia di LME rata-rata adalah $16.000,- per ton atau dalam rupiah sebesar Rp 220.000.000,-per ton. Konversi uang Rp 14 Triliun itu adalah se­tara dengan 63.630 Ton Timah dan itu nilainya adalah lebih besar dari total ekspor Timah dari Babel pada tahun 2015 kemarin senilai US$ 884,59juta atau Rp12,16 Triliun.

Melihat proyeksi angka-angka tersebut diatas, timbul rasa optimis bahwa sebetulnya pariwisata me­mang mampu di setting menjadi penggerak ekonomi baru Babel pas­ca timah.

Penetapan target 5% dari 20 juta wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia untuk singgah berkunjung ke Babel perlu diren­canakan dengan matang dan dilak­sanakan dengan sungguh-sungguh. Ada beberapa hal yang menjadi ma­sukan buat Pemda di Babel dalam mengakselerasikan hal ini:

1.Adanya Komitmen yang kuat dari pihak eksekutif dan legislatif dalam mengembangkan kepariwisa­taan di Babel.

2.Menambah tujuan Destinasi yang berkualitas, sehingga mening­katkan daya tarik Babel secara umum serta menambah Length Stay (lama tinggal) wisatawan.

3.Babel harus segera memiliki Airport Internasional dan memiliki jalur penerbangan langsung ke Bali

4.Menetapkan zonasi laut un­tuk mendukung dan mengamankan wisata bahari, sehingga jauh dari gangguan penambangan laut.

5.Pemerintah Daerah ha­rus memfasilitasi investasi baru di bidang pariwisata, sehingga meningkatkan ketersediaan kamar hotel dan pilihan berwisata.

6.Krisis listrik harus segera di atasi, sehingga biaya operasional dapat ditekan dan performance dun­ia pariwisata dapat lebih meningkat.

7.Transportasi antara Pulau Bangka dan Pulau Belitung harus lebih mudah dan murah.

8.Pemasaran Wisata Babel harus integrated dan dan focus, jangan di antara Pemda jalan sendiri-sendiri dan tidak melibatkan stakeholder lainnya.

9.Perda yang menghambat pengembangan pariwisata harus dit­injau ulang

10.Peningkatan kualitas SDM pelaku industri pariwisata, lewat pelatihan dan sertifikasi mutu keah­lian

11.Harus ada kesetaraan dalam pengembangan pariwisata antara pulau Bangka dan Belitung.

12.Harus sering mengadakan even-even nasional lainnya untuk terus memperkenalkan Babel ke pi­hak luar.

Pada tataran aktualnya, selain pariwisata memang ada sektor lain yang potensial untuk dikembangkan. Antara lain pertanian dan perkebu­nan, serta tidak lupa adalah kelautan dan perikanan. Namun yang dapat dengan cepat menarik uang dari luar masuk ke dalam Babel tentun­ya adalah pariwisata karena modal dasar Babel untuk mengembangkan ini sudah lumayan baik.

Pariwisata ini tidak hanya uru­san nya terkait hotel maupun resto­ran. Mata rantai pariwisata ini ber­kaitan dengan rental mobil, agen tiket pesawat, tukang sayur, tukang daging, pedagang empek-empek, toko kelontong, tukang bakso, tu­kang ikan, tukang otak-otak, toko souvenier, tukang pewter, tukang batu akik, tukang kerajinan tan­gan lainnya, dan sebagainya, dan lain-lainnya, yang merupakan ba­gian dari ekonomi akar rumput dan UMKM. Uang yang dibelanjakan oleh wisatawan yang berlibur ke Ba­bel langsung menyentuh ekonomi masyarakat bawah maupun atas, sehingga betul betul dirasakan man­faatnya.

Even Gerhana Matahari Total (GMT) yang terjadi tanggal 9 Ma­ret 2016 telah memicu eforia baru tentang bagaimana pariwisata di Ba­bel kembali semarak bergema. Baik di Pulau Bangka maupun Pulau Belitung berlomba-lomba menye­lenggarakan even tersebut dengan meriah.

Di Pulau Bangka di Pantai Ter­entang Bangka Tengah GMT dihad­iri oleh Jaksa Agung M Prasetyo dan Menteri Pendidikan Anies Bas­wedan. Sedang di Pulau Belitung di­hadiri juga oleh Menteri Pariwisata dan Menteri Perhubungan. Kegiatan GMT di masing-masing pulau terse­but dipadati oleh puluhan ribu war­ga yang turut bercampur baur me­meriahkan kegiatan tersebut. Mudah mudahan eforia ini tidak cepat redup dan terus berkelanjutan gema nya pada even-even pariwisata lainnya. Kami optimis, jawaban Babel pasca timah adalah pariwisata!

Bambang Patijaya (BPJ) adalah:

  1. Ketua Umum DPP Generasi

Muda Buddhis Indonesia

  1. Ketua DPD I KNPI Babel
  2. Ketua Harian BPD PHRI Babel

*Tulisan ini pernah dimuat di Koran Jakarta