PANGKALPINANG, LASPELA — Alobi Foundation dibantu para mahasiswa KSDA Universitas Muhamadiyah Bangka Belitung mengevakuasi trenggiling yang masuk ke rumah warga, Rabu (5/4/2023).
Founder Alobi, Langka Sani Mengungkapkan kondisi kelestarian populasi trenggiling di alam sangat mengkhawatirkan dan terancam mengalami kepunahan.
“Hal tersebut dikarenakan meningkatnya kerusakan habitat dan ekosistem akibat pertambangan illegal dan alih fungsi kawasan. Selain itu, semakin maraknya perburuan dan perdagangan satwa liar menjadi ancaman serius bagi trenggiling karena spesies ini paling banyak diperdagangkan di dunia, ” ujarnya.
Menurut National Geographic, trenggiling diburu dan diperdagangkan secara ilegal untuk diambil sisiknya. Sisik trenggiling terbuat dari keratin, kandungan yang sama yang menyusun kuku dan rambut pada manusia, atau pada cula badak.
“Oleh karena itu, diperlukan langkah konkrit penyelamatan serta upaya pelestarian dan konservasi terhadap spesies ini, ” tambah Langka.
Trenggiling yang telah dievakuasi oleh Tim Alobi Foundation langsung dibawa ke PPS Alobi Babel, Kampoeng Reklamasi Timah Air Jangkang untuk dilakukan medical check up di Klinik PPS Alobi.
Pemeriksaan dilakukan untuk melihat kondisi kesehatan trenggiling secara keseluruhan meliputi pemeriksaan fisik (sistem respirasi, digesti, ekstremitas) dan pemeriksaan laboratorium (feses).
Apabila hasil pemeriksaan kesehatan menunjukkan hasil yang kurang bagus, maka akan dilakukan perawatan medis secara intensif.
Namun, apabila hasil pemeriksaan kesehatan menunjukkan hasil yang bagus, maka akan segera dilakukan pengembalian trenggiling ke habitatnya. Hal ini penting dilakukan karena keberadaan satwa tersebut mempunyai peranan penting dalam menjaga keseimbangan alam dan ekosistem.
“Keberadaan trenggiling ini sangat penting terutama karena perannya dalam mengendalikan populasi rayap dan semut di dalam hutan,” ujarnya.
Pengembalian trenggiling ke habitatnya merupakan salah satu upaya Alobi Foundation untuk turut menjaga kelestarian hutan sebagai habitat satwa, dan mendukung kegiatan konservasi.
Alobi Foundation berharap, seluruh elemen masyarakat di lapisan dunia dapat ikut serta menjaga kelestarian satwa dengan tidak menangkap dan memburu satwa liar, tidak merusak hutan sebagai habitat satwa, tidak memelihara satwa liar sebagai hewan peliharaan dan yang paling penting mendukung kegiatan konservasi.
Trenggiling yang berhasil dievakuasi tersebut mempunyai nama latin manis javanica. Spesies ini merupakan satu-satunya mamalia unik bersisik yang berasal dari famili Pholidota. Sisik pada trenggiling berfungsi sebagai alat berlindung dari mangsa, tetapi saat ini menjadi ancaman karena menjadi target perburuan liar dan membawanya ke dalam status kritis.
Trenggiling termasuk dalam ketegori Critically Endangered oleh IUCN Red List of Threatened Species in 2019. Trenggiling juga terdaftar dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) yang berarti segala perdagangan terhadap spesies ini sangat dilarang.
Di Indonesia, sesuai dengan Peraturan Menteri LHK Nomor 106 tahun 2018, trenggiling termasuk jenis satwa dilindungi, dan sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup atau mati ataupun berupa bagian tubuh, telur dan merusak sarangnya.(yak)