PANGKALPINANG, LASPELA – Penjabat (Pj) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Kep. Babel), Ridwan Djamaluddin menghadiri sekaligus menjadi narasumber dalam Dialog Publik Tentang Hukum Pertambangan dan Sumber Daya Alam (SDA) dengan tema “Ekosistem Pertimahan Ideal Menuju Kedaulatan Timah Indonesia” pada Jumat (28/10/2022), di Gedung Graha PT Timah.
Dalam paparannya, Pj. Gubernur Kep. Babel, Ridwan Djamaluddin mengatakan, SDA Timah diciptakan Tuhan di permukaan bumi ini pasti ada manfaatnya, jika belum dimanfaatkan ini disebabkan keterbatasan pengetahuan manusia.
“Orang selalu punya nada pesimistis bahwa mengelola SDA ini merusak lingkungan. Keberadaan kita ini adalah menjaga keseimbangan pertambangan dan lingkungan. Realitanya saat ini, tidak ada peradaban modern tanpa didukung oleh industri pertambangan,” ujarnya.
Selanjutnya ia juga menjelaskan mengenai kedaulatan timah. Dari kacamata Pj. Gubernur, Ridwan Djamaluddin, dari sisi pemerintah, kedaulatan adalah pelaksanaan regulasi sebaik-baiknya, sehingga manfaat timah ini bisa terlihat. Dari sisi badan usaha, kedaulatan bahasa sederhananya adalah cuan, namun yang berdaulat tidak selalu dalam konotasi uang tapi manfaat-manfaat lain dan seberapa banyak pertambangan timah ini memberi dampak bagi kita.
“Kemarin ketika Presiden Jokowi mengunjungi smelter PT Timah mengatakan bahwa pembangunan smelter ini adalah wujud kesungguhan kita dalam hilirisasi. Dengan memproduksi produk menjadi produk yang lebih hilir. Kita bicara tentang ekosistem kita harus melihatnya hulu-hilir termasuk unsur-unsur penunjang ekosistem,” jelasnya.
Selain itu, ia membahas bahwa ada tema besar yang sedang berlangsung, yang pertama adalah Logam Tanah Jarang (LTJ). Dikatakannya, sejauh data yang ada, wilayah kita adalah pemilik sumber daya yang paling banyak.
“Kita tahu bahwa logam tanah jarang ini ke depan akan banyak pemanfaatannya, akan menjadi sumber material masa depan, tapi kita belum menguasai teknologinya,” terangnya.
Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Bangka Belitung (UBB), Derita Prapti Rahayu dalam sambutannya mengatakan bahwa mahasiswa magister Hukum Progresif UBB mengupayakan untuk selalu bersifat progresif, bukannya untuk mencari kesalahan tapi bagaimana bersama-sama untuk mencari penyelesaian terhadap permasalahan-permasalahan pertambangan khususnya dan masalah-masalah lingkungan sebagai akibat dari kekayaan alam yang sangat melimpah di Kep. Babel ini.
“Selanjutnya nantinya diharapkan untuk bisa berkolaborasi dan juga bisa berkontribusi dari paradigma pada profesinya sebagai aksi/pergerakan, untuk bisa bersama-sama menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang muncul di masyarakat dengan keilmuan-keilmuan hukum yang sudah mereka dapatkan,” jelasnya.
Pada acara ini pula dilakukan prosesi pengukuhan dan ikrar Himpunan Mahasiswa Magister Hukum Progresif (HIMMAPRO) UBB 2022-2025 yang diketuai oleh Wirtsa Firdaus. Dialog ini juga menghadirkan narasumber di antaranya Guru Besar Hukum Pertambangan UNHAS Abrar Saleng. (ril/chu)