Rusydi Sulaiman: Cikal Bakal Ponpes di Pulau Bangka Tak Lepas dari Intensifikasi Islam

SUNGAILIAT, LASPELA — Direktur Madania Center Bangka Belitung, Rusydi Sulaiman menyebut bahwa kemunculan pondok pesantren di Pulau Bangka tak lepas dari intensifikasi islam sebelumnya.

Hal ini disampaikannya saat mengisi acara ceramah agama dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2022, di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Islamic Center Sungailiat, Sabtu (22/10/2022).

Ia mengatakan, proses Islamisasi di Bangka diawali oleh pendatang Arab (Hadramaut), kemudian setelah beberapa abad, yaitu pertengahan ke 17 Masehi, masuk utusan kesultanan Johor ke Bangka Kota dan utusan kesultanan Pagaruyung Minangkabau ke Kotawaringin, kemudian dilanjutkan berturut-turut, utusan kesultanan Banten Islam dan kemudian dibawah pengaruh kesultanan Palembang Darussalam.

“Jadi, intensifikasi penyebaran Islam di Pulau Bangka terjadi pada pertengahan abad ke 19 yang dilakukan oleh ulama Banjar yang kemudian diperkuat oleh Muhammad Afif dan dilanjutkan oleh anaknya bernama Syaikh Abdurrahman Siddik,” terangnya.

Namun demikian, sebelum Syaikh Abdurrahman Siddik menyebarkan agama islam di Pulau Bangka secara intens, masyarakat Desa Kemuja sudah mengawalinya melalui “tradisi naon” (mukim) di Makkah hingga puluhan tahun untuk menuntut ilmu agama.

Setelah mereka pulang, kemudian mengajarkannya kepada masyarakat setempat melalui sentra-sentra belajar seperti ngaji dudok (duduk), sekolah haji atau sekolah arab, dan Madrasah Diniyah Al-Khairiyah.

“Madrasah Diniyah Al-Khairiyah ini merupakan pengembangan dari sekolah arab sebelumnya yang ada di kampung tengah Desa Kemuja (cikal bakal Ponpes Al-Islam Kemuja),” jelasnya.

Kehadiran Madrasah Diniyah Al-Khariyah ini juga yang menginspirasi kemunculan beberapa madrasah diniyah, dan beberapa sekolah formal berbasis pesantren di Pulau Bangka. Misalnya, Ponpes Al-Islam Kemuja, Ponpes Darussalam di Kota Pangkalpinang, Ponpes Nurul Ihsan Baturusa, dan pondok pesantren lainnya.

“Yang dimiliki oleh pondok pesantren adalah hakekat pondok pesantren, dimana kiyai berada di pondok selama 24 jam nonstop, dan santri menetap di pondok tersebut. Ditambah lagi dengan ruh jiwa-jiwa kepesantrenan, kemudian nilai-nilai yang ditanamkan pada santri, dan tradisi berikut prinsip-prinsip yang dilekatkan kepada mereka (santri),” bebernya.

Untuk itu, pada Hari Santri Nasional ini menjadi momen penting bagi kemajuan pondok pesantren dan santri.

Ia berharap, bahwa santri mampu menjadi garda terdepan dalam kemajuan negeri melalui akhlak serta didukung dengan jiwa patriotisme.(mah)