Program Sekaput Kampung Komisi III DPRD Babel Cari Solusi Polemik HTI di Penagan

BANGKA, LASPELA – Polemik keberadaan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Desa Penagan, Kecamatan Mendo Barat, Bangkamenjadi perhatian khusus Komisi III DPRD Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Melalui program ‘Sekaput Kampung’, Komisi III DPRD Babel menyambangi Desa Penagan, Kamis (25/8/22), dan mendengarkan langsung permasalahan tersebut dari perangkat desa dan masyarakat setempat.

Tim Kreatif Laspela pun berkesempatan untuk mengulik permasalahan tersebut lewat program Podcast On The Spot (SPOT) Laspela. Program yang dibawakan langsung oleh General Manager sekaligus Pemimpin Redaksi Laspela, Bardian ini langsung menghadirkan narasumber berbagai unsur, yaitu Ketua Komisi III DPRD Babel, Adet Mastur, Wakil Ketua Komisi III DPRD Babel, Azwari Helmi, Kepala KPHP Sigambir Kotawaringin, Alexander Ikhsan, dan Ketua BPD Penagan, Efendi.

“Salah satu yang akan kami selesaikan adalah kawasan hutan yang mendapatkan izin-izin, karena masyarakat dapat izin usaha yang masuk kawasan hutan, baik itu HTI, HKm (Hutan Kemasyarakatan) atau jasling (jasa lingkungan) yang diberikan kementerian kehutanan kepada masyarakat,” ujar Ketua Komisi III DPRD Babel, Adet Mastur.

Terkait situasi keberadaan HTI di Penagan, Adet meyakinkan bahwa masyarakat masih dapat mengelola kawasan tersebut asalkan berkoordinasi dengan pengusaha yang menggarap HTI. Dan, pengusaha HTI wajib untuk memberdayakan masyarakat sehingga ada hubungan saling menguntungkan secara ekonomi di sini.

“Kami bersama KPHP Kotawaringin terus berupaya untuk memberitahukan kepada masyqrakat termasuk Penagan, silakan berusaha di kawasan hutan tapi hari berizin,” tegas Adet.

Politisi PDIP ini mencontohkan keberhasilan pengelolaan kawasan hutan di Pantai Cemara maupun HKm Mutiara Timur di Desa Rebo. Dengan pengelolaan kawasan hutan yang baik, mampu mengangkat promosi Babel lewat wisata alam.

“Di Pantai Cemara itu, dapat menghasilkan pemasukan Rp30 juta per hari untuk Sabtu dan Minggu. Sama halnya dengan Mutiara Timur yang ramai dengan pengunjung. Tinggal nanti dibuat blok pemanfaatannya oleh masyarakat,” terang Adet.

Adet juga menegaskan bahwa pihaknya akan membentuk pansus untuk menyelesaikan masalah HTI. Pihaknya akan mengupayakan HTI yang belum dikembangkan agar dikembalikan ke pemerintah. Nantinya, kawasan tersebut dapat dibuatkan izin untuk dikembangkan ke masyarakat.

“Untuk apa kita beri izin tapi mereka tidak melakukan pekerjaan, lebih baik diberikan izin ke masyarakat agar masyarakat yang melakukan usaha-usaha tersebut,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPRD Babel, Azwari Helmi menambahkan bahwa masyarakat jangan takut untuk mengelola kawasan hutan dengan prosedur yang benar seperti HKm maupun jasling. Harapannya, agar roda perekonomian masyarakat dapat berputar.

“Kami beberapa hari ini melihat, ada beberapa kelompok HKm yang sudah berhasil, makanya kami dari Komisi III akan buat pansus bagaimana mengedukasi masyarakat, ajak dari Dishut, KPHP untuk membantu masyarakat
sehingga masyarakat tidak resah,” katanya.

Berkenaan dengan HTI ini, Kepala KPHP Sigambir Kotawaringin, Alexander Ikhsan juga menegaskan bahwa masyarakat bisa ikut mengelola HTI. Dia mengakui bahwa masyarakat masih belum yakin dengan HTI yang dikelola oleh swasta, berbeda bila berkoordinasi dalam pengelolaan hutan dengan pemerintah.

“Masyarakat bisa bekerja sama dengan pengurus HTI, bahkan pengusaha HTI wajib melakukan pemberdayaan masyaarakat sekitar. Di lapangan mungkin belum begitu yakin dengan HTI yang swasta,” terangnya.

“Bila di satu kawasan HTI sudah ada tanaman produktif, kewajiban pengusaha HTI merangkul masyarakat untuk ikut memberdayakan. Ada lahan kosong, bisa diajak, tanpa merusak tanaman induk. Silakan masyarakat bekerja sama dengan HTI di sela-sela yang kosong, bahkan bagi hasil harus ada dengan masyarakat sekitar,” terang Alex.

Bila masyarakat memiliki kendala, Alex menegaskan bahwa pihaknya siap melayani. Bahkan KPHP siap memfasilitasi semua pengurusan pengelolaan kawasan hutan, baik itu HKm maupun jasling.

“HKM minimal 15 orang dalam satu kawasan, dibuktikan tandatangan dari kepala desa, luasnya biasanya 1 orang 2 ha, tidak terbtas, sesuai kemampuan,” terangnya.

Setelah mendapatkan penjelasan tersebut, mewakili masyarakat Penagan, Ketua BPD Penagan, Efendi menyerahkan proses penyelesaian masalah HTI di desanya kepada pemerintah memalui DPRD Babel. Pasalnya, dia mengakui bahwa keberdaan HTI begitu meresahkan masyarakat yang suda lama berkebun dan bercocok tanam di hutan tersebut.

“Selama berproses, kita percayakan kepada pemerintah. Kalau masalah hasil menang atau kalah, itu utusan terakhir, yang penting kita berjuang dulu,” tegasnya.

Dia pun paham ketika pemerintah tidak bisa memberikan 2 izin dalam lokasi, seperti izin HTI dan HKm atau jasling. Mengingat potensi luas kawasan hutan Penagan mencapai 5.000 ha, dan masuk konsesi HTI hampir seluas lahan tersebut, roda perekonomian masyarakat ditakutkan lumpuh.

“Sudah hampir 60 tahun masyarakat di sini mengandalkan dari berkebun, bahkan hasilnya bisa untuk pendidikan, sedekah, umroh. Makanya kita sampaikan ke DPRD Babel masalah kita. Ada ketakutan di masyarakat, contoh di gerbang jalan timbul pasal 551, dilarang masuk yang tidak berkepentingan,” ujarnya.

Efendi pun kembali berharap ada tindak lanjut yang jelas setelah beberapa kali audiensi dengan pihak eksekutif dan legislatif. Pihaknya siap mengikuti aturan yang benar. Ada kepentingan perekonomian masyarakat yang terhambat dengan adanya masalah HTI ini.

“Kita dulu bisa makan dari kebun lada, ada ribuan dan jutaan ton. Orang penagan yang sukses dan sebagainya dari hutan itu, artinya negara ikut menikmati, sekalipun itu dilarang. Ini lah masalah yang ada di Penagan,” ujarnya. (tim)