Penderita HIV Aids di Pangkalpinang Naik Signifikan

▪️Januari hingga Mei Berjumlah 25 ▪️Dominan LSL

Aspin (kanan), selaku Pengelola Program Dinas Kesehatan Kota Pangkalpinang. (Foto: Dinda/Laspela)

PANGKALPINANG, LASPELA – Penderita Human Immunodeficiency Virus (HIV) acquired immunodeficiency syndrome (Aids) di Kota Pangkalpinang di tahun 2022 ini naik siginfikan. Hal ini dikatakan Plt. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Widya,  Minggu (26/6/2022).

Tahun 2021 lalu, jumlah kasus yang ditemukan di Kota Pangkalpinang sebanyak 35 orang, namun pada tahun 2022 pada periode Januari hingga Mei sebanyak 25 kasus ditemukan.

“Itu yang baru teregistrasi di kita, namun saya yakin di luar sana masih sangat banyak,” ujarnya.

Widya menuturkan, penyumbang kenaikan kasus HIV Aids di Pangkalpinang didominasi oleh Laki Seks Laki (LSL).

“Memang di tahun ini yang banyaknya LSL, kadang dia suka lelaki tapi dia juga punya istri dan anak, sedangkan kasus terakhir juga sangat disayangkan terdapat kasus HIV Aids pada remaja LSL,” ujarnya.

“Setelah ditelusuri ternyata dia mulai berhubungan dengan sesama laki-laki sejak anak ini SMP. Untuk membina LSL itu kita mempunyai komunitas untuk LSL dibawah pengawasan Komisi Penanggulangan Aids (KPA) agar mereka terpantau, komunitas inilah yang mendorong para LSL untuk melakukan test HIV Aids,” tuturnya.

Komunitas pembinaan untuk LSL ini juga akan membantu mensosialisasikan bahaya dari HIV Aids. Mereka juga membantu LSL yang positif HIV Aids untuk melakukan pengobatan.

“Mereka akan dirujuk ke RSUD Depati Hamzah, karena memang di kota kita ini baru RSUD yang menangani kasus ini. Sebelum mereka ini mendapatkan pengobatan ada tahapan- tahapan terlebih dahulu sebelum dia mendapatkan Antiretroviral (HRV),” ujarnya.

Sementara untuk LSL yang negatif, peran komunitas ialah bagaimana cara mempertahankan agar LSL tersebut tetap negatif.

“Jadi kita kembalikan kalau misalnya dia ini LSL atau pendampingnya salah satu Komunitas contohnya Wijaya Kusuma, mereka lah yang selalu mengedukasi agar tetap negatif, kita inginnya mereka yang melakukan kegiatan berisiko untuk meninggalkan perilakunya, tapi kan tidak semudah itu, kami harapkan walaupun melakukan aktivitasnya tersebut tapi tetap meminimalkan resiko dan komunitas itulah perpanjangan tangan kita untuk berkomunikasi,” tuturnya. (dnd)