Ribut-Ribut Penggantian Sekda

Didit : Itu Hak Prerogatif Gubernur, Tapi Etika Birokrasi Lebih Diutamakan

PANGKALPINANG, LASPELA- Selama sepekan terakhir berita penggantian sekda Naziarto oleh Gubernur Bangka Belitung menempati rating pemberitaan paling top di daerah penghasil utama tambang timah di Indonesia ini.

Banyak kalangan yang sudah mengeluarkan statement penggantian tersebut dengan asumsi yang berbeda. Mulai dari LSM, partai pengusung, anggota dewan hingga organisasi keagamaan sudah memberikan pandangannya masing-masing.

Kali ini, pandangan cukup berbeda diungkapkan Didit Srigusjaya kepada Laspela.com, Selasa 15 Februari 2024.

Menurut ketua DPD PDIP Provinsi Kepulauan Bangka Belitung itu penggantian sekda memang merupakan ranah gubernur karena yang menjadi user atau penggunanya adalah gubernur.

“Ini dulu yang harus dipahami, jangan ujuk-ujuk semuanya salah gubernur. Tak elok juga menyalahkan pak gubernur,” ujar Didit.

Meski aturannya seperti itu, kata rival politik gubernur Erzaldi ini etika birokrasi hendaknya juga menjadi catatan penting dalam melakukan pergeseran pejabat di tubuh organisasi pemerintahan.

“Saya kira kuncinya disitu. Etika organisasi yang diutamakan. Apalagi persoalan pemerintahan ini harus didukung semua pihak. Tidak bisa menjalankan itu sendirian,” ujar Didit.

Lebih lanjut Didit menuturkan UU no 10 tahun 2016 dan permendagri No 73 tahun 2016 lebih mengatur pada penggantian pejabat oleh kepala daerah yang mencalonkan kembali (petahana) dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada), namun kalau dilihat fakta di lapangan kata Didit tidak bisa digunakan melalui regulasi ini.

Sebab kata dia pilkada dan proses pencalonan masih sangat jauh dan baru terjadi 2 tahun lagi yakni di tahun 2024 mendatang.

Namun untuk kasuistik ini ungkap politisi senior PDIP itu lebih pada secara etika birokrasi yang kurang tepat dilakukan oleh seorang gubernur. Apalagi gubernur masih menyisakan sisa jabatan 3 bulan lagi dan akan bersiap-siap melaporkan pertanggungjawaban tugasnya kepada rakyat melalui DPRD Babel.

Menurut Didit, justru penggantian sekda  akan berpengaruh pada terganggunya roda pemerintahan, khususnya dalam pelaksanaan dan realisasi anggaran.

“Sekda itu kan sebagai management birokrasi. Lalu apa urgensi gubernur dalam usulan pergantian sekda, apa karena proposional birokrasi atau ada agenda politik,” tanya Didit.

Lebih lanjut dia mengungkapkan meski secara aturan administrasi kepegawaian hal tersebut sah-sah saja dan masih merupakan kewenangan gubernur, namun dia menyarankan Erzaldi  mengedepankan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB) dalam proses penggantian sekda. Adapun AAUPB itu terdiri dari asas kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan wewenang, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik.

Dalam kacamata Didit pula Sekda Naziarto dinilainya tidak ada catatan negatif yang dapat dijadikan rujukan untuk mengganti posisinya sebagai sekda.

“Dalam pandangan saya Pak Sekda belum ada kesalahan fatalnya. Kalau hanya alasan tidak mengikuti rapat di DPRD saya kira itu bukan masalah prinsip. Tidak ada kan kabarnya Sekda Korupsi atau melakukan perbuatan tidak terpuji,” sebut Didit.

Mantan Ketua DPRD Bangka Belitung ini juga mengingatkan agar sistem pemerintahan di pemerintah provinsi ini harus berjalan dan jangan terhenti dengan kebijakan yang tidak seragam.

“Jangan sampai nanti gubernur sudah diisi oleh penjabat (Pj) gubernur, sekda nantinya juga diisi Pj. Inikan akan menjadi catatan kelam dalam sistem pemerintahan di Babel. Kalau istilah saya tsunami dalam birokrasi,” tuturnya.

Berikan Solusi

Menanggapi kekisruhan penggantian sekda oleh gubernur. Didit menyarankan dua opsi yang dapat dilakukan pihak DPRD.

Pertama dia menyarankan pihak DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melalui seluruh fraksi segera memanggil gubernur dan sekda terkait persoalan yang terjadi.

Secara fraksi, ketua DPD PDIP Babel ini meminta fraksi PDI perjuangan DPRD Babel untuk mengawal dan menyelesaikan kekisruhan yang terjadi.

“Saya kira ini jangan dibiarkan dan menjadi bola liar lagi. Selesaikan dengan segera. Fraksi DPRD bisa memanggil gubernur dan meminta klarifikasi apa yang sebenarnya terjadi,” ujarnya.

Kedua kata Didit, Pihak DPRD dapat melakukan konsultasi ke Dirjen Otonomi Daerah (OTDA) Kemendagri untuk memberikan penjelasan yang terjadi dan menuntaskan masalah yang terjadi.(*)