PANGKALPINANG – Bank Indonesia merilis inflasi yang tercatat selama setahun terakhir, tepatnya tahun 2021 di Bangka Belitung (Babel). Inflasi Babel berada pada 3,75% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 sebesar 1,08% (yoy). Meski demikian, capaian inflasi tersebut masih berada dalam sasaran pemerintah 3±1%.
Kepala BI Perwakilan Babel Tantan Heroika menyebutkan, inflasi tahunan (yoy) yang cukup tinggi dipengaruhi oleh faktor penawaran (supply side), terutama gangguan pasokan sejumlah komoditas terutama ikan-ikanan, aneka cabai yang dipengaruhi faktor La Nina, tren peningkatan harga minyak goreng, dan tren peningkatan harga angkutan udara menjelang libur akhir tahun.
“Sedangkan dari faktor permintaan (demand side) didorong oleh meningkatnya harga komoditas unggulan Bangka Belitung seperti timah, CPO, dan lada yang berdampak pada peningkatan pendapatan dan tingkat konsumsi masyarakat,” ujar Tantan dalam rilis yang diterima Laspela.com, Selasa (4/1/2022).
Tantan menyebutkan jika secara bulanan (mtm), inflasi tertinggi terjadi pada bulan Desember 2021 yaitu sebesar 1,22% (mtm). Inflasi Desember 2021 utamanya didorong oleh peningkatan indeks harga konsumen komoditas angkutan udara, cabai rawit, kangkung, ikan selar dan daging ayam ras. Secara spasial, kota Pangkalpinang mengalami inflasi sebesar 1,27% (mtm) atau inflasi 3,60% (yoy). Sementara itu kota Tanjungpandan mengalami inflasi sebesar 1,14% (mtm) atau 4,01% (yoy).
Melonjaknya harga cabai rawit, dijelaskan Tantan, didorong oleh rendahnya pasokan paska panen seiring panen yang tidak optimal di musim tanam sebelumnya. Sementara, permintaan akhir tahun cenderung meningkat, sehingga mendorong koreksi harga ke atas. Berdasarkan data EWS Kementan terkini, produksi cabai rawit diprakirakan menurun pada Desember 2021 ke level 88.001 ton dibandingkan prakiraan produksi November 2021 di kisaran 99.629 ton.
“Sejalan dengan perkembangan terutama faktor cuaca yang menyebabkan gagal panen di berbagsi daerah, menyebabkan rerata harga jual cabai rawit di Bangka Belitung sepanjang Desember 2021 meningkat signifikan dari Rp42.800/kg di bulan sebelumnya, menjadi Rp79.900/kg,” ungkapnya.
Pada bulan Januari 2022, inflasi yang tinggi berpotensi masih akan terjadi seiring dengan masih tingginya curah hujan dan gelombang air laut. Hal ini dapat mempengaruhi jumlah pasokan komoditas volatile food di sentra-sentra produksi dalam dan luar Babel, serta kelancaran distribusi komoditas tersebut menuju Bumi Serumpun Sebalai. Untuk itu, pemerintah daerah dan seluruh pihak yang terkait perlu melakukan langkah-langkah pengendalian stabilitas harga.
Dalam rangka meningkatkan efektifitas pengendalian inflasi tahun 2022, serta mencermati perkembangan Covid-19 dan upaya pencegahan penyebarannya, Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terus memonitor perkembangan harga dan stok bahan pokok strategis, mempererat koordinasi antar lembaga, dan stakeholders terkait, serta mengedepankan pemenuhan pasokan dari dalam wilayah maupun melalui kerja sama antar daerah sehingga inflasi tahun 2022 dapat terjaga pada rentang 3±1%,” pungkas Tantan. (dnd)